KUR 2013.XI.1.1 AL QUR'AN 1

AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS
KOMPETENSI INTI                      
KI 1 :    Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya
KI 2 :    Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-  aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan  alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 :    Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan  wawasan kemanusiaan,  kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4 :    Mengolah,  menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
KOMPETENSI DASAR                      
1.3       Berperilaku taat kepada aturan
2.3       Menunjukkan perilaku kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (hudnuddlan), dan persaudaraan (ukhuwah) sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Anfal (8): 72; Q.S. Al-Hujurat (49): 12 dan 10 serta hadits yang terkait
4.7       Menampilkan perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
4.1       Membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
Indikator Pencapaian Kompetensi
4.1.1      Siswa dapat membaca Al Qur’an sesuai adab yang telah ditentukan
4.1.2      Siswa dapat membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4.1.3      Siswa mampu mengidentifikasi tajwid Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 dengan benar
3.1       Menganalisis Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.1.1      Siswa mampu menganalisis kandungan Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105;
3.5       Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.2.1      Siswa memahami isi kandungan surat Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.2.1      Siswa dapat menyimpulkan kandungan Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
4.2       Mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105  dengan lancar
Indikator Pencapaian Kompetensi
4.2.1      Siswa dapat mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105 dengan lancar
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.    Menunjukkan perilaku kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras sebagai implementasi dari pemahaman QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
2.    Menampilkan perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.    Dapat membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4.    Mampu menganalisis Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
5.    Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
6.    Dapat mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105  dengan lancar

a.   Kegiatan Pembelajaran
·     Mengamati
-      Menyimak bacaan al-Qur’an QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait  secara individu maupun kelompok.
·     Menanya
-      Mengajukan pertanyaan tentang kaedah tajwid yang terdapat dalam QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105
-      Mengajukan pertanyaan tentang makna mufrodat yang terdapat dalam QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta hadits yang terkait
·     Eksperimen/Eksplor
-      Menganalisa kaedah tajwid yang terdapat QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105
-      Diskusi tentang makna mufrodat dan ijmali yang terdapat dalam  QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
Diskusi tentang kandungan makna QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
·     Assosiasi
-      Menyimpulkan kaedah tajwid yang terdapat pada QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105
-      Menyimpulkan makna mufrodat dan ijmali yang terdapat dalam  QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
-      Menyimpulkan kandungan makna QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait.
·     Komunikasi
-      Menyajikan kaedah tajwid yang terdapat QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105
-      Menyajikan makna mufrodat dan ijmali yang terdapat dalam QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
-      Menyajikan kandungan makna QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
-      Mendemonstrasikan bacaan tartil dan hafalan  QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
·     Refleksi
-      Menampilkansikap  kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras, dalam kehidupan sehari-hari sebagai refleksi dari pemahaman QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait


A.    PETUNJUK MEMBACA AL QUR’AN
a.     Menyentuh, memegang Al Qur’an wajib suci dari najis dan hadas (punya wudhu dan tidak sedang junub)
b.     Ketika membaca atau menghafal Al Qur’an (tanpa memegang Al Qur’an) boleh tidak punya WUDHU, tapi wajib suci dari hadas besar (junub).
c.     Menggunakan pakaian yang suci, rapi dan menutup aurat (pakai kopyah atau kerudung)
d.     Duduk yang baik / sopan, diusahakan menghadap kiblat
e.     Ketika mengambil Al Qur’ dengan tangan kanan atau dengan kedua tangan lalu diletakkan didada saat membawanya.
f.      Ketika membacanya, Al Qur’an diletakkan di dampar ( jangan diletakkan di lantai ketika posisi duduk di lantai), atau dipegagang dengan tangan kanan/kedua tangan sambil diangkat paling rendah searah perut.
g.     Ketika akan membaca Al Qur'an dari awal surat, maka terlebih dahulu membaca Ta'awwudz dan Basmalah, sedangkan bila tidak dari awal surat, maka cukup dengan hanya membaca Ta'awwudz saja tanpa Basmalah.
h.     Ketika selesai membaca Al Qur’an dicium, dan kemudian diletakkan ditempat khusus ( diatas Al Qur’an dilarang ditempatkan barang selain Al Qur’an)
B.     TAJWID           
5. HUKUM LAM
1).  LAM TA’RIF 
LAM TA’RIF yaitu  AL  (    ا ل) yang ada sebelum huruf hijaiyah, hukum dan cara membacanya dibagi dua, yaitu :
a.   IDHHAR QAMARIYAH 
Disebut IDHHAR QAMARIYAH, karena AL tersebut bertemu dengan salah satu huruf QAMARIYAH yang terdiri dari 14 huruf, yaitu :
ا  ب  غ   ح   ج    ك   و  خ   ف   ع    ق   ي  م  ه  
Huruf tersebut terkumpul dalam lafadh :
 ابــغ حــجّـك وخـف عـقـيـمه
Cara membacanya adalah bunyi AL tetap dibaca jelas, oleh karena AL diumpamakan bintang sedangkan huruf Qamariyah bulannya. Maka bintang akan nampak jelas walaupun bersamaan dengan sinar bulan.
b.   IDGHAM SYAMSIYAH
Disebut IDGHAM SYAMSIYAH  , karena AL tersebut bertemu dengan salah satu huruf SYAMSIYAH yang terdiri dari 14 huruf, yaitu :
د  ض  ت  ر  ص  ث  ط   ل  ش  ز  ظ  س  د  ن 
Cara membacanya adalah : bunyi AL hilang/masuk dalam huruf setalahnya (ditasdidkan), oleh karena AL diumpamakan bintang sedangkan huruf Syamsiyah mataharinya. Maka bintang menjadi tidak jelas/terlihat bila bersamaan dengan sinar matahari.
Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut :
Contoh Idhhar Qamariyah:

N
O
KALIMAT
CARA MEMBACA
N
O
KALIMAT
CARA MEMBACA
1
و ا لامْـــرُ
Wal-amru
2
الـــبَابُ
Al - Baabu
3
الــغَـيْبُ
Al-ghaybu
4
ا لــحَــجُ
Al - Hajju
5
الــجــنُ
Al-jinnu
6
الــجــنة
Al - Jannatu

Contoh Idgham Syamsiyah
N
O
KALIMAT
CARA MEMBACA
N
O
KALIMAT
CARA MEMBACA
1
الــسلام
As salaamu
2
الــصَـبـْرُ
Asshabru
3
الــد خـَـان
Adduhkaanu
4
الــشمس
Assyamsu
5
الــرَ حِــيْمُ
Arrohiimu
6
النـور
Annuuru
2).  LAM TIPIS DAN TEBAL
Lam fathah (  ل  ) yang terdapat pada kalimat ALLAH  (  الـلــــــه )
Cara membacanya dibagi dua, yaitu :
DIBACA TEBAL  ( Tafhim = تــفحِــيْمْ ), apabila sebelum kalimat ALLAH tersebut didahului oleh harkat FATHAH atau DHAMMAH, sedangkan apabila didahului oleh harkat KASROH, maka kalimat ALLAH tersebut DIBACA TIPIS ( Tarqiq = تــرْ قِــيْق ). Contoh :
N
O
KALIMAT
CARA MEMBACA
N
O
KALIMAT
CARA MEMBACA
1
ا لا الله
Dibaca Tebal
4
هُــمُ الله
Dibaca Tebal
2
هُــوَ الله
5
رزق الله
3
بـسمِ الله
Dibaca Tipis
6
لر ضاء الله
Dibaca Tipis


C.  QALQALAH
Bacaan QALQALAH ( قــلـقـلــة  ), dibedakan menjadi 3, yaitu :
1).  QAlQALAH SUGHRO
Yaitu apabila ada huruf QALQALAH yang terdiri dari  ( ق ط ب ج  د ) dan terhimpun dalam lafadh (   قــطــب جــــد     ), berharkat sukun asli dan berada di tengah-tengah kata maka disebut QAlQALAH SUGHRO
2).  QAlQALAH WUSHTO
Yaitu apabila ada huruf QALQALAH seperti di atas  dibaca sukun karena wakaf ( harkat asli tidak sukun ) maka disebut QAlQALAH WUSHTHO
3).  QAlQALAH KUBRO
Sedangkan apabila ada huruf QALQALAH seperti di atas yang bertasydid dan berharkat fathah / kasrah / dhammah,  kemudian  dibaca  sukun  karena wakaf maka disebut QAlQALAH KUBRO (  قــلـقـلــة كـبرى    ).
Contoh ketiga bentuk QALQALAH tersebut adalah
NAMA
CONTOH KALIMAT
CARA MEMBACA
Qalqalah Shughro
تــجــزون
وخـلـقــنـكُــمْ
Minta petunjuk / contoh dari
 guru
Qalqalah Wushtho
مُـحِــيْــطٌ
الله الـصَــمَــدُ
Qalqalah Kubro
بـألــحـقّ
وتــــبَ

D.  BACAAN MAD (PANJANG)
Bacaan MAD (panjang) dibedakan menjadi dua, yaitu :
1). MAD THABI’I atau MAD ASHLI
Apabila ada alif sukun setelah fathah, ya’ sukun setelah kasrah, dan wau sukun setelah  dhamma  yang tidak  diikuti oleh  huruf  hamzah  atau  sukun, maka disebut  MAD THABI’I atau MAD ASHLI ( مَــدْ طـبيْعى/ مــد اصـْلى)
Cara membacanya harus dipanjangkan dua harokat atau satu alif.
Contoh :      
N
O
KALIMAT
CARA MEMBACA
KETERANGAN
1
كــمَـا
Kamaa
Bunyi maa dipanjangkan 1 alif
2
فــيْهمْ
Fiihim
Bunyi Fii dipanjangkan 1 alif
3
يُـوْســف
Yuusuf
Bunyi Yuu dipanjangkan 1 alif




AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS
KOMPETENSI DASAR
4.7       Menampilkan perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
4.1       Membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4.2      Mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105  dengan lancar
Indikator Pencapaian Kompetensi
4.1.1      Siswa dapat membaca Al Qur’an sesuai adab yang telah ditentukan
4.1.2      Siswa dapat membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4.1.3      Siswa mampu mengidentifikasi tajwid Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 dengan benar
4.2.1      Siswa dapat mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105 dengan lancar
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.    Dapat membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
2.    Dapat mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105  dengan lancar
QS AN NISA 59
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا : ٤:٥٩
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
 QS AL MAIDAH 48
وَأَنْـزَلْـنَا إِلَـيْكَ الْكِـتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَـيْنَ يَـدَيْـهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ  فَاحْكُم بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْـزَلَ اللَّهُ  ۖ  وَلَا تَـتَّبِعْ أَهْـوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّۚ  لِكُلٍّ جَعَلْـنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا  ۚ  وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ  ۚ  إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُونَ : ٥:٤٨
Artinya :
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

QS AT TAUBAH 105
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ  ۖ   وَسَتُرَدُّوْنَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ:  ٩:١٠٥
Artinya :
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS, 3
KOMPETENSI DASAR
4.7       Menampilkan perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.1       Menganalisis Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
3.5       Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
Indikator Pencapaian Kompetensi       :
3.1.1      Mampu menganalisis kandungan Q.S. An-Nisa (4) : 59: Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105;
3.2.1      Siswa memahami isi kandungan surat Q.S. An-Nisa (4) : 59: Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.2.1      Siswa dapat menyimpulkan kandungan Q.S. An-Nisa (4) : 59: Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.     Siswa mampu menganalisis Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105; serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
2.     Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.

E.     KANDUNGAN SURAT AN NISA’ 59
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nisaa' 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Pada ayat ini Allah memerintahkan supaya kaum muslimin taat dan patuh kepada Nya, kepada rasul Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka untuk dapat terciptanya kemaslahatan umum. Untuk kesempurnaan pelaksanaan amanat dan hukum sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, hendaklah kaum muslimin:
a.   Taat dan patuh kepada perintah Allah dengan mengamalkan isi Kitab suci Alquran, melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Nya, sekalipun dirasa berat, tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak pribadi. karena apa yang diperintahkan Allah itu mengandung maslahat dan apa yang di larang Nya mengandung mudarat.
b.   Melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah saw pembawa amanat dari Allah SWT untuk dilaksanakan oleh segenap hamba Nya. Beliau ditugaskan untuk menjelaskan kepada manusia isi Alquran.
Allah SWT berfirman:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka" (Q.S. An Nahl: 44)
c.   Patuh kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ulil `amri yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan di antara mereka. Orang-orang yang memegang kekuasaan itu meliputi: pemerintah, penguasa, alim ulama dan pemimpin-pemimpin. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka kaum muslimin berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan isi Kitab Alquran. Kalau tidak demikian halnya, maka kita tidak wajib melaksanakannya, bahkan wajib menentangnya, karena tidak dibenarkan seseorang itu taat dan patuh kepada sesuatu yang merupakan dosa dan maksiat pada Allah SWT.
Nabi Muhammad saw bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ
Artinya: "Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan maksiat kepada Khalik (Allah SWT)"
d.   Kalau ada sesuatu yang diperselisihkan dan tidak tercapai kata sepakat atasnya, maka wajib dikembalikan kepada Quran dan hadis. Kalau tidak terdapat di dalamnya haruslah disesuaikan dengan (dikiaskan kepada) hal-hal yang ada persamaan dan persesuaiannya di dalam Alquran dan Sunah Rasulullah saw. Tentunya yang dapat melakukan qias seperti yang dimaksud di atas ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan, mengetahui dan memahami isi Alquran dan Sunah Rasul.
Demikianlah hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Sabab an-Nuzûl
Diriwayatkan al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi dalam Ad-Dalâil dari jalur Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ’Adi, ketika dia diutus Rasulullah saw. dalam sebuah sariyah (perang).1

Tafsir Ayat
Surat An Nisa ayat 59 ini ditujukan kepada seluruh kaum Mukmin.
Pertama: perintah untuk menaati Allah Swt., yakni menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.2  Kata ath-thâ’ah berarti al-inqiyâd (ketundukan).3 Maksud menaati Allah Swt. di sini adalah mengikuti al-Quran.
Kedua: perintah menaati Rasulullah saw. Rasulullah saw. diutus dengan membawa risalah dari Allah Swt. yang wajib di taati. Karena itu, menaati Rasulullah saw. sama dengan menaati Zat Yang mengutusnya, Allah Swt. (lihat QS an-Nisa’ [4]: 64, 80).
Kendati menaati Rasulullah saw. paralel dengan menaati Allah Swt., dalam ayat ini kedua-duanya disebutkan. Hal itu menunjukkan perbedaan obyek yang ditunjuk. Menaati Allah Swt. menunjuk pada Kitabullah; menaati Rasulullah saw. menunjuk pada as-Sunnah. Keduanya—meskipun sama-sama wahyu dari Allah Swt. yang wajib ditaati—berbeda. Al-Quran lafalnya dari Allah Swt.;  as-Sunnah lafalnya dari Rasulullah saw. sendiri.
Ketiga: perintah menaati ulil amri. Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna istilah tersebut. Oleh sebagian mufassir, ulil amri dimaknai sebagai ulamâ’. Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, al-Hasan, Atha’ dan Mujahid termasuk yang berpendapat demikian. Mereka menyatakan, ulil amri adalah ahli fikih dan ilmu.
Pendapat lain menyatakan, ulil amri adalah umarâ’ atau khulafâ’. Menurut Ibnu ’Athiyah dan al-Qurthubi, ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, Abu Hurairah, as-Sudi,  dan Ibnu Zaid;6 juga ath-Thabari, al-Qurthubi, az-Zamakhsyari, al-Alusi, asy-Syaukani, al-Baidhawi, dan al-Ajili.7 Said Hawa juga menyatakan, ulil amri adalah khalifah; yang kepemimpinannya terpancar dari syura kaum Muslim; urgensinya untuk menegakkan al-Kitab dan as-Sunnah. Kaum Muslim wajib menaatinya beserta para amilnya dalam hal yang makruf.8
Tampaknya pendapat jumhur lebih dapat diterima. Dari segi sabab nuzulnya, ayat ini turun berkenaan dengan komandan pasukan. Ini berarti, topik yang menjadi obyek pembahasan ayat ini tidak terlepas dari masalah kepemimpinan. Telah maklum, pemimpin tertinggi kaum Muslim adalah khalifah. Dialah Amirul Mukminin yang memiliki kewenangan untuk mengangkat para pemimpin di bawahnya, termasuk panglima perang dan komandan pasukan.
Alasan lainnya, banyak hadis Nabi saw. yang mewajibkan kaum Muslim menaati khalifah atau pemimpin. Di antaranya adalah sabda Rasulullah saw.:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ
Mendengar dan menaati seorang (pemimpin) yang Muslim adalah wajib, baik dalam perkara yang disenangi atau dibenci, selama tidak diperintahkan untuk maksiat. (HR al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad dari Ibnu Umar ra).
Keterkaitan antara ketiganya (Allah Swt., Rasulullah saw, dan umara) juga disebutkan dalam hadis Nabi saw. berikut:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعِ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، مَنْ أَطَاعَ اْلأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى اْلأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِي
Siapa saja yang menaatiku, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Siapa saja yang bermaksiat kepadaku, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah. Siapa saja yang menaati pemimpin, sesungguhnya dia telah menaatiku. Siapa saja yang bermaksiat kepada pemimpin, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku. (HR Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah).
Nash-nash di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim diwajibkan untuk menaati pemimpinnya. Hanya saja, sebagaimana ditegaskan dalam hadis di atas, perkara yang diperintahkan oleh pemimpin itu tidak boleh melanggar syariah. Jika melanggar syariah maka tidak boleh ditaati. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (HR Ahmad dari Ali ra).
Menurut as-Sa‘di, bisa jadi inilah rahasia dihilangkannya frasa athî’û pada perintah untuk menaati ulil amri dan disebutkannya kata tersebut pada perintah untuk menaati Rasul. Artinya, Rasulullah saw. tidak memerintahkan kecuali ketaatan kepada Allah. Karena itu, siapa saja yang menaati Beliau berarti sama dengan menaati Allah Swt. Adapun kepada ulil amri, perintah taat itu disyaratkan tidak dalam perkara maksiat.9
F.     KANDUNGAN SURAT AL MAIDAH 48
Prof. Dr. HM.QuraishShihab, dalam tafsirnya Al Mishbah menjelaskan panjang lebar terkait QS Al Maidah ayat 48 ini, yang dapat disimpulakan :
a.     Bahwa setelah Al Qur’an berbicara tentang kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as. dan Injil kepada Nabi Isa as. kini ayat ini berbicara tentang Al Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir Nabi Muhammad saw. yakni kitab yang hak dalam kandungannya, cara turunnya maupun Yang menurunkan, yang mengantarnya turun dan yang diturunkan kepadanya.
Al Qur’an berfungsi membenarkan ajaran kitab sebelumnya dan menjadi tolok ukur kebenaran terhadapnya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan lewat Al Qur’an maupun Hadis dan juga wahyu yang diturunkan pada Nabi/ Rasul terdahulu yang masih murni. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
b.     Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan yang merupakan sumber menuju kebahagiaan yang abadi dan jalan yang terang. Allah swt. menjadikan syariat yang datang kepada Nabi Muhammad saw. membatalkan semua syariat yang lalu
c.     Sekiranya Allah menghendaki hai umat, niscaya kamu hai umat Musa dan Isa, umat Islam dan umat-umat lain sebelum itu, dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah swt. tidak menghendaki itu, karena Dia hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu yaitu satu syariat Islam yang berlaku sampai akhir zaman dan melalui syariat Islam maka berlomba-lombalah dengan sunguh-sungguh berbuat aneka kebajikan.
Dan janganlah memperdebatkan perbedaan dan perselisihan antara kamu dengan selain kamu, karena pada akhirnya hanya kepada Allah-lah semua kamu hai manusia akan kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

G.    KANDUNGAN SURAT AZ ZUMAR 39
Dalam Al Qur’an dan Tafsirnya (Departemen Agama RI 1984/1985) dijelaskan : Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan anggapanmu, bahwa kamu mempunyai kekuatan dan keterampilan, dan peraslah keringatmu dalam membuat maker dan tipu dayamu, karena akupun bekerja pula dalam mengokohkan dan menyiarkan agamaku, nanti kamu akan mengetahui  siapa diantara kita yang lebih baik kesudahannya.
Sehebat apapun keadaan kita sekarang ini, tetap saja kita semua akan berakhir dengan kematian. Namun perjalanan setelah kita meninggalkan dunia ini tergantung kepada kwalitas shudur (batin) kita, bukan tergantung kepada kehebatan yang kita punya sekarang ini.

H.    KANDUNGAN SURAT AT TAUBAH 105
Dalam tafsir Ibnu Kasir dijelaskan :
a.   Mujahid berkata, “ini adalah ancaman dari Allah Ta’ala terhadap orang-orang yang menyelisihi perintahNya, bahwasanya amalan mereka akan dihadapkan kepadaNya, Rasul dan kaum mukminin. Hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil pada hari kiamat, sebagaimana firman Allah Ta’ala : (arti al-Haaqqah : 18) Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
b.   Sungguh telah ada riwayat bahwa amalan orang yang masih hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dari kalangan keluarga dan kerabatnya di alam barzakh. Seperti yang dikatakan oleh Abu Dawud ath-Thayalisiy, Shalat bin Dinar telah menceritakan kepada kami, dari al-Hasan, dari Jabir bin ‘Abdillah, dia berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan kerabat kalian di alam kubur, apabila amalan baik maka mereka akan bergembira dengannya, dan apabila tidak baik maka mereka akan berkata, “Ya Allah, ilhamkan pada mereka beramal taat kepadaMu.”[2]
c.     Imam Ahmad berkata, Abdur Razzaq mengabarkan kepada kami, dari Sufyan, dari seseorang yang mendengar Anas berkata, Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Sesungguhnya amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan kerabat kalian yang telah meninggal dunia, bila amalan baik maka mereka bergembira dengannya, bila sebaliknya maka mereka berkata : Ya Allah, jangan matikan mereka sampai Engkau berikan hidayah pada mereka sebagaimana Engkau telah memberi hidayah kepada kami.”
d.    Dalam riwayat lain yang serupa dengannya, Imam Ahmad berkata, Yazid telah menceritakan kepada kami, Humaid telah menceritakan kepada kami, dari Anas bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda“Kalian jangan takjub dengan seseorang sehingga kalian melihat bagaimana akhir hidupnya. Sesungguhnya seseorang beramal pada suatu masa dari hidupnya dengan amalan shalih, yang jika dia mati dalam keadaan itu tentu dia masuk surga, kemudian dia berubah beramal dengan amalan keburukan. Dan sesungguhnya seseorang beramal keburukan pada satu masa dari kehidupannya, yang jika dia mati dalam keadaan tersebut tentu dia masuk neraka, kemudian dia berubah melakukan amal kebajikan. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka Dia akan mepergunakannya sebelum matinya. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana Dia mempergunakannya? Beliau bersabda, Dia menunjukinya untuk beramal shalih, kemudia dicabut nyawanya dalam keadaan tersebut.”[5] (Imam Ahmad bersendirian dari sisi ini).
                         
I.      KESIMPULAN
Dari kandungan di atas dapat ditari kesimpulan :
1.   Untuk setiap ummat dan masa Allah swt. menurunkan syariat (agama) sesuai kondisi saat itu, demikian pula pada zaman akhir Allah swt menurunka syariat Yang berlaku sampai akhir zaman.
2.   Umat Islam harus selalu berlomba-lomba dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat meraih yang terbaik menurut kacamata Agama Islam, baik dalam kaitannya dengan kehidupan kini maupun kelak di akhirat
3.   Jalan selamat sesuai tuntunan Islam telah terpampang, persoalannya apakah manusia akan memilih dan bersungguh-sungguh meraihnya apa tidak.
Dalam kaitan ini Imam Al Ghazali menyatakan, hanya ada 3 nasib yang harus dipilih salah satunya dan diperjuangkan untuk meraihnya, yaitu :
a.    Bahagia dunia akhirat
b.    Bahagia di salah satunya
c.     Celaka dunia akhirat.
Pilih dan Berjuanglah !



AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS, 4
TAAT PADA ATURAN
Firman Allah swt. Dalam Al Qur’an
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُـــــوْا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي الْأَمْــــرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْـتُمْ فِي شَيْءٍ فَـرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُــــــوْلِ إِنْ كُـنْتُمْ تُؤْمِـــنُوْنَ بِاللَّهِ وَالْيَـوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا : ٤:٥٩
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Taat pada aturan dapat digolongkan menjadi
A.    Taat pada aturan Agama Islam
B.    Taat pada aturan Pemerintah (Ulil Amri)
C.    Taat pada aturan organisasi
A.    TAAT PADA ATURAN AGAMA ISLAM
Dalam Agama Islam  ada 3 sumber rujukan untuk menetapkan peraturan atau hukum, yaitu : 1. Al Qur’ an.  2. Al Hadis.  3 Ijtihad
AL QUR’AN
Al Qur’an adalah firman (wahyu) Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaraan malaikat Jibril, merupakan mukjizat, menggunakan bahasa Arab, berisi petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia, membacanya merupakan ibadah.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Dalam segala persoalan hidup, seorang muslim harus merujuk dan berpegang teguh kepada Al Qur’an dan tidak boleh menyimpang apalagi bertentangan dengannya, perhatikan penegasan  Allah swt. berikut :
يـايـهَا الذينَ امَـنُوْا أطـيْـعُوا اللـهَ وَ أطـيْـُوا الرَسُــْلَ وَ أولـي الأمْـر منْكُـــــمْ. النساء  : 59
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah swt. dan taatilah Rasul serta ulil amri di antara kamu. QS. An Nisa’: 59
Ayat ini menjelaskan bahwa yang pertama kali ditaati atau dipedo­mani oleh segenap muslim adalah Al Qur’an, baru setelah itu menggunakan Al Hadis dan setelah itu aturan-aturan lain yang dibenarkan syara’.
Selanjutnya bisa dibaca pada materi kelas X semester 2
Al HADIS
Al Hadits  adalah perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi Muhammad saw. menurut istilah syara’ Al Hadits merupakan semua perilaku dan tatanan Rasulullah saw. yang diucapkan dan diperbuat atau ditetapkan oleh Beliau, untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Al Hadis sebagai sumber hukum yang kedua, dalam Al Qur’an dijelaskan :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكمْ عَـنْهُ فَانْتَـهُوْا.  الحشر :٧     
Artinya :  “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. QS. Al Hasyr 7
Al Hadits pada dasarnya adalah Firman Allah swt. akan tetapi disampaikan langsung kepada Nabi saw. tidak melalui perantaraan Malaikat Jibril, dalam kaitana ini Hadis dibedakan menjadi dua yaitu Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi.
Hadis juga bias dibedakan menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad, juga bias dibidakan menjadi hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif dan hadis maudhu’.
Yang sama sekali tidak boleh dijadikan pefoman atau rujukan adalah hadis maudhu, sebab ini merupakan hadis palsu.
IJTIHAD       
Dalam segi bahasa Ijtihad berarti usaha yang keras dan bersung­guh-sungguh. Sedangkan dari segi istilah Ijtihad adalah berusaha menetapkan hukum terhadap masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang dilakukan dengan secara cermat dan pikiran yang murni serta berpedoman pada aturan penetapan hukum yang benar.
Rujukan Ijtihad tetap pada Al Qur’an dan Al Hadits, dalam arti bahwa penetapan hukum Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat Al Qur’an atau ajaran Rasulullah saw.
Orang yang berijtihad disebut mujtahid, bisa jadi antara mujtahid yang satu dengan mujtahid lainnya dalam menetapkan perkara yang belum ada ketentuan hukumnya dalam Al Qur’an akan berbeda dalam memberikan penetapan hukum. Ada pendapat yang satu benar dan yang lain salah dan ada pula kedua-duanya justru benar.
Ijtihad menjadi sumber hukum Islam yang ketiga, boleh dilakukan oleh siapa saja yang memiliki persyaratan minimal, seperti mema­hami mafhum ayat atau hadits, memiliki/menguasai ilmu alat (seperti nahwu sorof), mengetahui latar belakang suatu ayat atau hadis, luas pemahamannya terhadap pengetahuan Islam, memiliki loyalitas yang tinggi terhadap agama dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya bisa dibaca pada materi kelas X semester 2
Mengingat tidak semua pemeluk Agama Islam mampu memahami secara langsung Al Qur’an maupun Hadis, maka aturan Islam telah disimpulkan oleh beberapa Ulama yang kompeten dalam memahaminya serta memenuhi syarat dalam berijtihad.
Hasil pemikiran, analisa, pendapat dan ijtihad para ulama ini kemudian dikenal dengan istilah MADZHAB.
Dalam Islam ada 4 madzhab yang terkenal dan diakui dalam dunia Islam, yaitu :
1.   Madzhab Maliki, dengan tokoh utamanya Imam Maliki
2.   Madzhab Hambali, dengan tokoh utamanya Imam Hambali
3.   Madzhab Syafii, dengan tokoh utamanya Imam Syafii
4.   Madzhab Hanafi, dengan tokoh utamanya Imam Hanafi
Bagi umat Islam yang tidak memenuhi syarat untuk mengambil aturan atau hukum secara langsung dari Al Qur’an maupun Al Hadis atau untuk Ijtihad sendiri, maka wajib mengikuti atau taat terhadap salah satu dari 4 madzhab di atas
B.    TAAT PADA ATURAN PEMERINTAH (ULIL AMRI)
Pada meteri kls X smester 1, dijelaskan: Keputusan Ulama (NU) menyatakan bahwa dari sisi Agama Islam (murni konsep agama, bukan politik Islam) Negara Republik Indonesia, menurut pandangan Islam adalah negara yang sah, dan Presiden RI adalah penguasa yang sah. Presiden memiliki wewenang sebagai waliyul amri, seperti pengangkatan Wali hakim dan sebagainya.
Kemudian sebagai konsekwensi hukumnya setiap muslim di Indonesia memiliki kewajiban untuk taat terhadap semua aturan pemerintah sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Pemerintah dalam istilah agama disebut dengan Ulil Amri, sebagian ahli mengatakan bahwa ulil amri adalah penguasa negara dan alim ulama. Apabila ulil amri atau pemerintah telah memutuskan sesuatu, apalagi keputusan yang disepakati dan diputuskan bersama  dengan Ulama, maka bagi umat Islam wajib hukumnya untuk mentaatinya.
Yang dimaksud aturan pemerintah adalah segala bentuk peraturan pemerintah pusat sampai pada peraturan daerah, wajib bagi umat Islam untuk mentaatinya, kecuali aturan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan Ajaran Islam.
C.    TAAT PADA ATURAN ORGANISASI
Setiap jenis organisasi atau lembaga swasta, pasti memiliki aturan sendiri yang mengikat untuk diikuti oleh anggotanya, seperti misalnya OSIS, MPK, EKSKUL, NU, Muhammadiyah dll.
Jenis organisasi banyak sekali, seperti, orsospol, ormas, organisasi keagamaan, organisasi pelajar / mahasiswa, organisasi wanita, dan lain-lain.




AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS, 5
KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN
BEBERAPA AYAT AL QUR’AN
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [٢:١٤٨]
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ [٣٥:٣٢]
سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ [٥٧:٢١]
ARTI AYAT
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah swt. akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu. Al Baqaroh 148
"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah swt.. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. Fathir 32
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah swt., diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah swt. mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21)
KANDUNGAN  SURAT AL BAQARAH 148
M. Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah menyatakan antara lain :
a.   Ayat ini bermakna : bagi setiap ummat ada kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya sesuai dengan kecendrungan atau keyakinan masing-masing. Kalaulah mereka dengan mengarah ke kiblat masing-masing bertujuan untuk mencapai ridha Allah swt. swt. dan melakukan kebajikan, maka wahai kaum muslimin berlomba-lombalah kamu dengan mereka dalam berbuat aneka kebaikan.
b.   Dalam kehidupan dunia kalian berselisih, tetapi ketahuilah bahwa kamu semua akan mati dan dimana saja kamu pasti Allah swt. swt. akan mengumpulkan kamu semua pada hari Kiamat untuk Dia beri putusan
KANDUNGAN  SURAT FATHIR 32
Dalam Al Qur’an dan Tafsirnya (oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an DEPAG RI 1984/1985 antara lain dijelaskan bahwa maksud surat Fathir ayat 32 adalah
a.   Allah swt. swt. mewahyukan Al Qur’an itu kepada Nabi Muhammad saw.  yang kemudian disampaikan kepada umatnya, yang Allah swt. swt. melebihkan kemuliaan umat Islam melebihi umat sebelumnya, akan tetapi kemuliaan itu harus diperjuangkannya, sejauh mana mereka mampu mengamalkan dan mengikuti petunjukNya.
b.   Dalam ayat ini dijelaskan tingkatan-tingkatan orang mukmin, yaitu :
1.   Tingkatan “Dlalimullinafsihi” dalam hal ini ada 2 pendapat yaitu :
1)   Mereka yang yang mengerjakan kewajiban agamanya dengan sangat serius sampai-sampai seperti menganiaya dirinya sendiri, akan tetapi tetap dalam garis agama. Misalnya seseorang yang puasa terus menerus setiap hari, sedikit tidur malam karena ibadah kepada Allah swt. swt. kasab sekedarnya asal cukup untuk makan dan menutup aurat. Contoh sahabat Abu Darda’
2)   Dlalimullinafsihi, adalah kelompok yang disamping mengerjakan ibadah tapi juga melakukan dosa.
2.   Tingkatan “Muqtashid” yaitu merekan yang yang mengerjakan kewajiban dan menjauhi larangan agamanya, akan tetapi kadangkala ia tidak mengerjakan yang sunnat atau melakukan sebagian pekerjaan yang makruh.
3.   Tingkatan “ Sabiqumbilkhairat” yaitu mereka yang senantiasa (berlomba-lomba) mengerjakan amal yang wajib dan sunat dan meningkalkan perbuatan yang haram dan makrun serta sebagian yang mubah (tidak bemanfaat).
Dalam sebuah Hadis disebutkan :
فاماالذين سَابقوان بالخيرات  فأولـئك الذين يـَدْخُلوْن الجـنة بغـير حـسَاب. واما الذين اقـتصدوا فأولئك الذين يحاســبون حسَابايسيرا. واماالذين ظلموا انفسَـــــــــهُمْ فأولـئك الذين يَحبِسُون فى ذلك المكان حتى يصيْــبَهُمُ الـحَـزَنُ  فيَدْخُلوْنَ الجــنـةَ.     رواه احمد
Artinya :
Adapun orang-orang yang berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan akan masuk sorga tanpa hisab, sedang orang-orang yang pertengahan akan dihisab dengan hisab yang rigan, dan orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri akan ditahan dulu di tempat hisab sampai ia mengalami penderitaan kemudian dimasukkan kedalam sorga. HR. Ahmad
KESIMPULAN
Dari kandungan surat Al Baqarah ayat 148 dan surat Fatir ayat 32 bahwa :
a.    Umat Islam harus selalu berlomba-lomba dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat meraih yang terbaik menurut kacamata Agama Islam, baik dalam kaitannya dengan kehidupan kini maupun kelak di akhirat
b.    Jalan selamat sesuai tuntunan Islam telah terpampang, persoalannya apakah manusia akan memilih dan bersungguh-sungguh meraihnya apa tidak.
Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari ayat di atas
Faedah pertama     
Dalam ayat-ayat di atas begitu jelas bahwa Allah swt. Mengisyaratkan untuk berlomba-lomba dalam meraih ampunan dan surga-Nya.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Berlombalah menjadi yang terdepan dalam beramal sholih yang menyebabkan datangnya ampunan dari Tuhan kalian, serta bertaubatlah atas maksiat yang kalian perbuat.”
Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Allah swt. memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam meraih ampunan Allah swt., ridho-Nya, dan surga-Nya. Ini semua bisa diperoleh jika seseorang melakukan sebab untuk mendapatkan ampunan dengan melakukan taubat yang tulus, istighfar yang manfaat, menjauh dari dosa dan jalan-jalannya.
Sedangkan berlomba untuk meraih ridho Allah swt. dilakukan dengan melakukan amalan sholih dan semangat menggapai ridho Allah swt. selamanya (bukan sesaat). Bentuh dari menggapai ridho Allah swt. tadi adalah dengan berbuat ihsan (berbuat baik) dalam beribadah kepada Sang Pencipta dan berbuat ihsan dalam bermuamalah dengan sesama makhluk dari segala segi.”
Faedah kedua
Dalam masalah akhirat seharusnya seseorang berlomba untuk menjadi yang terdepan. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat lainnya,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah: 148).
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthoffifin: 26).
Artinya, untuk meraih berbagai nikmat di surga, seharusnya setiap hamba Allah swt. supaya berlomba-lomba.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menerangkan, “Para sahabat memahami bahwa mereka harus saling berlomba untuk meraih kemuliaan di surga. Mereka berusaha menjadi terdepan untuk menggapai derajat yang mulia tersebut. Oleh karena itu, jika di antara mereka melihat orang lain mendahului mereka dalam beramal, mereka pun bersedih karena telah kalah dalam hal itu. Inilah bukti bahwa mereka untuk menjadi yang terdepan.”
Hal yang demikian dapat melihat pula dikalangan ulama salaf (ulama terdahulu) lainnya.
Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Jika engkau melihat orang lain mengunggulimu dalam hal dunia, maka kalahkanlah ia dalam hal akhirat.”
Wuhaib bin Al Ward rahimahullah mengatakan, “Jika engkau mampu tidak ada yang bisa mengalahkanmu dalam hal akhirat, maka lakukanlah.”
Sebagian salaf mengatakan, “Jika engkau mendengar ada yang lebih taat pada Allah swt. darimu, seharusnya engkau bersedih karena telah kalah dalam hal ini.”
Coba kita bayangkan keadaan kita saat ini. Tidak ada rasa sedih. Tidak ada rasa dikalahkan. Perasaan hanya biasa-biasa saja jika ada yang mengungguli kita dalam hal akhirat. Akhirnya, untuk menggapai surga pun menjadi lemah. Kemanakah hati yang lemah? Yang Allah swt. tunjukilah kami ke jalan-Mu!
Faedah ketiga
Bagaimanakah luasnya surga? Lihatlah keterangan dalam ayat berikut:
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السماء والأرض
“Dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi”.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Jika lebar surga saja selebar langit dan bumi. Lantas bagaimanakah lagi  dengan panjangnya.” Demikianlah luasnya surga. Namun sedikit yang mengetahui hal ini, sehingga lihatlah sendiri bagaimana dunia begitu dikejar dibanding akhirat. Padahal jauh sekali antara kenikmatan surga dibanding dunia. Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullah saw. bersabda:
مَوْضِعُ سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.”[6] Seharusnya kenikmatan di surga lebih semangat kita raih.
Faedah keempat
Modal untuk meraih surga adalah dengan beriman pada Allah swt. dan Rasul-Nya. Iman yang dimaksud di sini mencakup iman yang pokok (ushulud diin) dan iman yang di luar pokok agama (furu’).
Dari sini, berarti bukan hanya ushulud diin saja yang wajib diimani. Namun pada perkara yang di luar pokok agama jika telah sampai ilmunya pada kita, wajib pula diimani. Contohnya, kita punya kewajiban beriman pada hari akhir secara umum. Namun jika datang ilmu mengenai perinciannya seperti di antara tanda datangnya kiamat adalah munculnya Dajjal, maka ini juga patut diimani.
Faedah kelima
Seseorang tidaklah memasuki surga melainkan dengan rahmat Allah swt.
Seperti pula disebutkan dalam hadits:
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah swt..”
Sedangkan firman Allah swt. Ta’ala:
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan rasul-rasul-Nya”. Mungkin ayat ini dapat dipahami bahwa seseorang memasuki surga karena amalannya yaitu beriman pada Allah swt. dan Rasul-Nya.
Bagaimana mengkompromikannya?
Ada beberapa penjelasan para ulama mengenai hal ini:
1.   Yang dimaksud seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah peniadaan masuk surga karena amalan.
2.   Amalan itu sendiri tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga. Kalau bukan karena karunia dan rahmat Allah swt., tentu tidak akan bisa memasukinya. Bahkan adanya amalan juga karena sebab rahmat Allah swt. bagi hamba-Nya.
3.   Amalan hanyalah sebab tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan sebab seseorang masuk ke dalam surga.
4.   Amalan yang dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah swt. beri. Itulah yang dimaksud, seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya. Maksudnya ia tidak bisa ganti surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan seseorang ke dalam surga hanyalah rahmat dan karunia Allah swt.
Faedah keenam
Beriman dan beramal sholih, itu adalah karunia dan anugerah dari Allah swt. seperti hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – وَهَذَا حَدِيثُ قُتَيْبَةَ أَنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ. فَقَالَ « وَمَا ذَاكَ ». قَالُوا يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ وَلاَ نَتَصَدَّقُ وَيُعْتِقُونَ وَلاَ نُعْتِقُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلاَ يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ مَرَّةً ». قَالَ أَبُو صَالِحٍ فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ »
Dari Abu Hurairah -dan ini adalah hadis Qutaibah- bahwa orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam sambil berkata, “Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam bertanya, “Maksud kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya, mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.” Maka Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.” Abu shalih berkata, “Tidak lama kemudian para fuqara’ Muhajirin kembali ke Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ternyata teman-teman kami yang banyak harta telah mendengar yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti itu!” Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah keutamaan Allah swt. yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya!“
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Seorang hamba dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah swt.. Tidak ada yang mungkin dapat menghalangi pemberian Allah swt. dan tidak mungkin ada yang dapat memberi apa yang Allah swt. halangi. Ketahuilah bahwa kebaikan seluruhnya berada di tangan-Nya. Allah swt.lah yang benar-benar Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak kikir.”
Begitu nikmat-Nya semakin merenungkan kalam ilahi. Ya Allah swt., berilah taufik pada kami untuk semakin dekat pada-Mu.




AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS, 6
ETOS KERJA
SIKAP KERJA KERAS
Bekerja adalah bagian pokok dari hidup, hidup untuk bekerja dan bekerja untuk hidup, bekerja secara umum adalah semua aktifitas manusia untuk memperoleh/mencapai sesuatu. Allah swt. swt. menciptakan alam ini untuk manusia, dan diantara tugas manusia adalah untuk menjadi khalifah.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ : ٢:٣٠
Artinya :
“Ingatlah tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”. QS. Al Baqarah : 30
Khalifah mengandung arti : pemimpin, mengolah, pemanfaat dan pelestari alam, fungsi manusia untuk mengolah dan melestarikan alam inilah yang mengharuskan untuk bekerja keras, sebab sebagian potensi alam baru dapat dimanfaatkan secara optimal bila telah diolah oleh manusia (dikerjakan).
Firman Allah swt. swt. :
ارْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ : ٣٨:٤٢
Artinya
“(Allah swt. berfirman) : “Hantamkanlah kakimu ; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum”. QS. Shad : 42
Dalam hadis disebutkan :
اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ اَبَدًا وَاعْمَلْ لِاخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا  رواه  البيهقى
Artinya
“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi”.QS. HR. Al Baihaqi
Menurut Imam Ghazali, maksud dari hadis ini yaitu : Karena waktu hidup masih panjang maka dalam bekerja biasa-biasa saja (tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga), tapi dalam beribadah harus serius karena akan mati besok.
Tidak sesuatupun dapat dihasilkan tanpa usaha yang sungguh-sungguh, semua Nabi adalah pekerja, Nabi Daud AS. adalah pandai besi, Nabi Zakariya adalah tukang kayu.
كَانَ زَكَـــرِيَّـا نَـجَّـارًا  رواه مسلم و ابن ماجه عن ابى هـريـرة
Artinya
“Nabi Zakariya adalah tukang kayu”. HR. Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah
Nabi Muhammad saw. adalah penggembala dan pedagang yang serius. Pepatah mengatakan, “Siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil”.  Dalam belajarpun syarat mutlak untuk berhasil adalah dengan kesungguhan (berusaha keras lahir bathin).
PRODUKTIFITAS KERJA
Tujuan utama dalam bekerja adalah untuk menghasilkan/memperoleh sesuatu, guna memperoleh hasil yang optimal maka diperlukan beberapa persyaratan antara lain. :
a.   Semangat tinggi dan kerja keras, memiliki semangat yang tinggi untuk berhasil.
b.   Profesional, memiliki pengetahuan dan menguasai bidang kerjanya .
c.   Tekun dalam bekerja, tidak mudah putus asa, terus mencoba untuk menuju sukses.
MEMACU PERUBAHAN SOSIAL UNTUK KEMAJUAN
Kesempurnaan Islam sebagai rahmat alam semesta terletak pada keluasaan dan kesempurnaan ajarannya, agama mengisyaratkan keharusan adanya perubahan dan kemajuan disegala aspek kehidupan, banyak ayat Al Qur ‘an yang menggugah agar manusia selalu menggunakan fikirannya.
Adanya prinsip tolong-menolong untuk kebaikan menjadi dasar dari perubahan sosial masyarakat Islam. Dalam Al Qur’an disebutkan :
وَتَعَا وَنُـوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُـوْا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانْ.  المائــدة : 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ : ٥:٢
Artinya      
“Dan tolong-menolong kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. QS. Al Maidah : 20
Manusia adalah makhluk dinamis yang selalu berkembang, untuk itu Nabi saw. bersabda :
اَنْـتُمْ اَعْـلَمُ بِأُمُـوْرِ دُنْـيَـاكُـمْ   رواه  مسلم
Artinya
“Kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu”. HR. Muslim
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Hadis Nabi tentang "lima perkara sebelum lima perkara" itu memiliki maksud supaya kita mempergunakan waktu dan  kesempatan dengan sebaik-baiknya, sebelum hilangnya kesempatan tersebut. Hadits tersebut diriwayatkan Imam Hakim dalam kitab Al Mustadrok.
Lima perkara tersebut adalah sebagai berikut:
1.   "Masa Muda Engkau Sebelum Datangnya Hari Tua". Masa muda hendaklah dipergunakan sebaik-baiknya untuk mencapai kebaikan, kesuksesan, dan keberhasilan, karena masa mudalah kita mempunyai ambisi, keinginan dan cita-cita yang ingin kita raih, bukan berarti masa tua menghalangi kita untuk tetap berusaha mencapai keinginan kita, tapi tentulah usaha masa tua akan berbeda halnya dengan usaha saat kita masih muda. Maka dari itu masa muda hendaklah diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat hingga tidak menyesal di kemudian hari.
2.   "Masa Sehat Engkau Sebelum Dilanda Sakit". Hal ini juga anjuran agar kita senantiasa waspada pada segala kemungkinan yang sifatnya diluar prediksi manusia, seperti halnya sakit. Sakit disini bukan sebatas sakit jasmani, tapi juga sakit rohani. Maka ketika kita sehat jasmani-rohani, hendaknya kita senantiasa mempergukannya untuk hal-hal yang bermanfaat tanpa mengulur-ngulur waktu.
3.   "Masa Kaya Engkau Sebelum Masa Miskinmu". Tidak terlalu jauh berbeda dari penjelasan di atas, ketika kekayaan ada pada kita, baik itu berupa materi atau lainnya, maka hendaknya kita memanfaatkannya sebaik-baiknya, jangan menghambur-hamburkan.
4.   "Masa Luang Engkau Sebelum Datangnya Waktu Sibuk". Disini kita dianjurkan untuk menghargai waktu, agar bisa diisi dengan hal-hal yang bermanfaaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Misalnya, menengok saudara ketika ada kesempatan sebelum kesibukan menghampiri kita, hingga tidak sempat lagi untuk sekedar mengunjungi kerabat.
5.   "Masa Hidup Engkau Sebelum Datangnya Saat Kematian". Yang terakhir ini merupakan cakupan dari empat hal diatas. Ketika kita diberi kehidupan maka hidup yang diberikan pada kita itu sebenarnya merupakan kesempatan yang tiada duanya. Karena kesempatan hidup tidak akan datang untuk kedua kalinya. Kehidupan harus dijalani sesuai tuntutan kemaslahatannya.
            


Comments

  1. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
    Saya hanya mau mengucapkan terimakasih kepada pemilik blog ini atas segala isi yang ada dalam blog ini, Ayat Al-Qur'an dan Hadist yang sudah disediakan. Sangat-sangat berguna dan bermanfaat bagi saya sendiri sebagai internet explorer..
    Saya juga meminta izin untuk mengcopy untuk digunakan sebagaimana mestinya..
    semoga pemilik blog ini diberikan selalu kesehatan, dipanjangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, diampuni segala dosa-dosanya serta selalu dalam lindungan ALLAH SWT..
    Aamiin....
    Sekian, saya ucapkan terimakasih...

    Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog