KUR 2013.XI.1.1 AL QUR'AN 1
AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM
KEBAIKAN DAN KERJA KERAS
KOMPETENSI INTI
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 : Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai,
responsif dan pro- aktif) dan menunjukan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 : Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
KOMPETENSI DASAR
1.3 Berperilaku
taat kepada aturan
2.3 Menunjukkan
perilaku kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (hudnuddlan), dan
persaudaraan (ukhuwah) sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Anfal (8):
72; Q.S. Al-Hujurat (49): 12 dan 10 serta hadits yang terkait
4.7 Menampilkan
perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
4.1 Membaca
Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai
dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
Indikator Pencapaian Kompetensi
4.1.1 Siswa dapat membaca Al Qur’an sesuai adab
yang telah ditentukan
4.1.2 Siswa
dapat membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah
(9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4.1.3 Siswa mampu mengidentifikasi tajwid Q.S.
An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 dengan
benar
3.1 Menganalisis
Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105,
serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.1.1 Siswa mampu menganalisis kandungan Q.S.
Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105;
3.5 Memahami
makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.2.1 Siswa memahami isi kandungan surat
Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait
taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.2.1 Siswa dapat menyimpulkan kandungan
Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait
taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
4.2 Mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S.
Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105
dengan lancar
Indikator Pencapaian Kompetensi
4.2.1 Siswa dapat mendemonstrasikan hafalan Q.S.
An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105 dengan
lancar
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Menunjukkan perilaku kompetitif dalam kebaikan dan
kerja keras sebagai implementasi dari pemahaman QS. Al Maidah (5): 48;Q.S.
Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
2. Menampilkan perilaku taat kepada aturan, kompetisi
dalam kebaikan, dan bekerja keras
3. Dapat membaca Q.S. An-Nisa
(4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan
kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4. Mampu menganalisis Q.S.
Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, serta
hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
5.
Memahami makna
taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
6.
Dapat mendemonstrasikan
hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) :
105 dengan lancar
a.
Kegiatan Pembelajaran
·
Mengamati
- Menyimak bacaan al-Qur’an QS. Al
Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta
Hadits yang terkait secara individu maupun kelompok.
·
Menanya
-
Mengajukan
pertanyaan tentang kaedah tajwid yang terdapat dalam QS. Al
Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105
-
Mengajukan
pertanyaan tentang makna mufrodat yang terdapat dalam QS. Al
Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta
hadits yang terkait
·
Eksperimen/Eksplor
-
Menganalisa
kaedah tajwid yang terdapat QS. Al Maidah (5): 48;Q.S.
Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105
-
Diskusi
tentang makna mufrodat dan ijmali yang terdapat dalam QS. Al Maidah (5): 48;Q.S.
Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
Diskusi tentang kandungan
makna QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At
Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
·
Assosiasi
-
Menyimpulkan kaedah tajwid yang
terdapat pada QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah
(9): 105
-
Menyimpulkan makna mufrodat dan
ijmali yang terdapat dalam QS. Al Maidah
(5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang
terkait
-
Menyimpulkan
kandungan makna QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39)
: 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait.
·
Komunikasi
-
Menyajikan
kaedah tajwid yang terdapat QS. Al
Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105
-
Menyajikan makna mufrodat dan ijmali
yang terdapat dalam QS. Al Maidah (5): 48;Q.S.
Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
-
Menyajikan kandungan makna QS. Al
Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta
Hadits yang terkait
-
Mendemonstrasikan bacaan tartil dan hafalan QS. Al Maidah (5): 48;Q.S.
Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah (9): 105 serta Hadits yang terkait
· Refleksi
- Menampilkansikap kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras, dalam kehidupan sehari-hari
sebagai refleksi dari pemahaman QS. Al Maidah (5): 48;Q.S. Az-Zumar (39) : 39; dan Q.S. At Taubah
(9): 105 serta Hadits yang terkait
A.
PETUNJUK
MEMBACA AL QUR’AN
a.
Menyentuh, memegang Al Qur’an
wajib suci dari najis dan hadas (punya wudhu dan tidak sedang junub)
b.
Ketika membaca atau menghafal
Al Qur’an (tanpa memegang Al Qur’an) boleh tidak punya WUDHU, tapi wajib suci
dari hadas besar (junub).
c.
Menggunakan pakaian yang
suci, rapi dan menutup aurat (pakai kopyah atau kerudung)
d.
Duduk yang baik / sopan,
diusahakan menghadap kiblat
e.
Ketika mengambil Al Qur’
dengan tangan kanan atau dengan kedua tangan lalu diletakkan didada saat
membawanya.
f.
Ketika membacanya, Al Qur’an
diletakkan di dampar ( jangan diletakkan di lantai ketika posisi duduk di
lantai), atau dipegagang dengan tangan kanan/kedua tangan sambil diangkat
paling rendah searah perut.
g.
Ketika akan membaca Al Qur'an
dari awal surat, maka terlebih dahulu membaca Ta'awwudz dan Basmalah, sedangkan
bila tidak dari awal surat, maka cukup dengan hanya membaca Ta'awwudz saja
tanpa Basmalah.
h.
Ketika selesai membaca Al
Qur’an dicium, dan kemudian diletakkan ditempat khusus ( diatas Al Qur’an
dilarang ditempatkan barang selain Al Qur’an)
B.
TAJWID
5. HUKUM LAM
1). LAM TA’RIF
LAM TA’RIF yaitu AL
( ا ل) yang ada sebelum huruf hijaiyah, hukum dan cara membacanya
dibagi dua, yaitu :
a. IDHHAR
QAMARIYAH
Disebut IDHHAR QAMARIYAH, karena AL tersebut
bertemu dengan salah satu huruf QAMARIYAH yang terdiri dari 14 huruf, yaitu :
ا
ب غ ح
ج ك و
خ ف ع
ق ي م ه
Huruf tersebut terkumpul dalam lafadh :
ابــغ حــجّـك وخـف عـقـيـمه
Cara membacanya adalah bunyi AL tetap dibaca
jelas, oleh karena AL diumpamakan bintang sedangkan huruf Qamariyah bulannya.
Maka bintang akan nampak jelas walaupun bersamaan dengan sinar bulan.
b. IDGHAM
SYAMSIYAH
Disebut IDGHAM SYAMSIYAH , karena AL tersebut bertemu dengan salah satu huruf
SYAMSIYAH yang terdiri dari 14 huruf, yaitu :
د
ض ت ر
ص ث ط
ل ش ز
ظ س د ن
Cara membacanya adalah : bunyi AL hilang/masuk dalam
huruf setalahnya (ditasdidkan), oleh karena AL diumpamakan bintang sedangkan huruf
Syamsiyah mataharinya. Maka bintang menjadi tidak jelas/terlihat bila bersamaan
dengan sinar matahari.
Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut :
Contoh Idhhar Qamariyah:
N
O
|
KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
N
O
|
KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
1
|
و ا لامْـــرُ
|
Wal-amru
|
2
|
الـــبَابُ
|
Al -
Baabu
|
3
|
الــغَـيْبُ
|
Al-ghaybu
|
4
|
ا لــحَــجُ
|
Al -
Hajju
|
5
|
الــجــنُ
|
Al-jinnu
|
6
|
الــجــنة
|
Al -
Jannatu
|
Contoh Idgham Syamsiyah
N
O
|
KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
N
O
|
KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
1
|
الــسلام
|
As
salaamu
|
2
|
الــصَـبـْرُ
|
Asshabru
|
3
|
الــد خـَـان
|
Adduhkaanu
|
4
|
الــشمس
|
Assyamsu
|
5
|
الــرَ حِــيْمُ
|
Arrohiimu
|
6
|
النـور
|
Annuuru
|
2). LAM TIPIS DAN TEBAL
Lam fathah (
ل ) yang terdapat pada kalimat ALLAH ( الـلــــــه )
Cara membacanya dibagi dua, yaitu :
DIBACA TEBAL
( Tafhim = تــفحِــيْمْ
), apabila sebelum kalimat ALLAH tersebut didahului oleh harkat FATHAH atau
DHAMMAH, sedangkan apabila didahului oleh harkat KASROH, maka kalimat ALLAH
tersebut DIBACA TIPIS ( Tarqiq = تــرْ قِــيْق ). Contoh :
N
O
|
KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
N
O
|
KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
1
|
ا لا الله
|
Dibaca
Tebal
|
4
|
هُــمُ الله
|
Dibaca
Tebal
|
2
|
هُــوَ الله
|
5
|
رزق الله
|
||
3
|
بـسمِ الله
|
Dibaca
Tipis
|
6
|
لر ضاء الله
|
Dibaca
Tipis
|
C. QALQALAH
Bacaan QALQALAH ( قــلـقـلــة ), dibedakan menjadi 3, yaitu :
1). QAlQALAH SUGHRO
Yaitu apabila ada huruf QALQALAH yang terdiri
dari ( ق ط ب ج د ) dan terhimpun dalam lafadh ( قــطــب جــــد ), berharkat sukun asli dan berada di
tengah-tengah kata maka disebut QAlQALAH SUGHRO
2). QAlQALAH WUSHTO
Yaitu apabila ada huruf QALQALAH seperti di
atas dibaca sukun karena wakaf ( harkat
asli tidak sukun ) maka disebut QAlQALAH WUSHTHO
3). QAlQALAH KUBRO
Sedangkan apabila ada huruf QALQALAH seperti
di atas yang bertasydid dan berharkat fathah / kasrah / dhammah, kemudian
dibaca sukun karena wakaf maka disebut QAlQALAH KUBRO ( قــلـقـلــة كـبرى ).
Contoh ketiga bentuk QALQALAH tersebut adalah
NAMA
|
CONTOH KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
|
Qalqalah
Shughro
|
تــجــزون
|
وخـلـقــنـكُــمْ
|
Minta
petunjuk / contoh dari
guru
|
Qalqalah
Wushtho
|
مُـحِــيْــطٌ
|
الله الـصَــمَــدُ
|
|
Qalqalah
Kubro
|
بـألــحـقّ
|
وتــــبَ
|
D. BACAAN MAD (PANJANG)
Bacaan MAD (panjang) dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1). MAD THABI’I atau MAD ASHLI
Apabila ada alif sukun setelah fathah, ya’
sukun setelah kasrah, dan wau sukun setelah
dhamma yang tidak diikuti oleh
huruf hamzah atau
sukun, maka disebut MAD THABI’I
atau MAD ASHLI ( مَــدْ طـبيْعى/ مــد اصـْلى)
Cara membacanya harus dipanjangkan dua harokat
atau satu alif.
Contoh :
N
O
|
KALIMAT
|
CARA MEMBACA
|
KETERANGAN
|
1
|
كــمَـا
|
Kamaa
|
Bunyi
maa dipanjangkan 1 alif
|
2
|
فــيْهمْ
|
Fiihim
|
Bunyi
Fii dipanjangkan 1 alif
|
3
|
يُـوْســف
|
Yuusuf
|
Bunyi
Yuu dipanjangkan 1 alif
|
AL
QUR'AN TENTANG
PRILAKU
KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS
KOMPETENSI DASAR
4.7 Menampilkan
perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
4.1 Membaca
Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai
dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4.2 Mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah
(5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105
dengan lancar
Indikator Pencapaian Kompetensi
4.1.1 Siswa dapat membaca Al Qur’an sesuai adab yang
telah ditentukan
4.1.2 Siswa
dapat membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah
(9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
4.1.3 Siswa mampu mengidentifikasi tajwid Q.S.
An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105 dengan
benar
4.2.1 Siswa dapat mendemonstrasikan hafalan Q.S.
An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At-Taubah (9) : 105 dengan
lancar
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Dapat membaca Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S. Al-Maidah (5) :
48; Q.S. At Taubah (9) : 105 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf
2. Dapat mendemonstrasikan hafalan Q.S. An-Nisa (4) : 59; Q.S.
Al-Maidah (5) : 48; Q.S. At Taubah (9) : 105
dengan lancar
QS AN NISA 59
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا :
٤:٥٩
Artinya
:
Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.
QS
AL MAIDAH 48
وَأَنْـزَلْـنَا
إِلَـيْكَ الْكِـتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَـيْنَ يَـدَيْـهِ مِنَ
الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُم بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْـزَلَ اللَّهُ ۖ
وَلَا تَـتَّبِعْ أَهْـوَاءَهُمْ عَمَّا
جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّۚ لِكُلٍّ
جَعَلْـنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا
الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ
مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُونَ : ٥:٤٨
Artinya
:
Dan Kami telah
turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan
batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
QS AT TAUBAH 105
وَقُلِ
اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ ۖ
وَسَتُرَدُّوْنَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ: ٩:١٠٥
Artinya
:
Dan Katakanlah:
"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.
AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS,
3
KOMPETENSI DASAR
4.7 Menampilkan
perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.1 Menganalisis
Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105,
serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
3.5 Memahami
makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
Indikator Pencapaian Kompetensi :
3.1.1 Mampu menganalisis kandungan Q.S. An-Nisa (4) : 59: Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) :
105;
3.2.1 Siswa memahami isi kandungan surat Q.S. An-Nisa (4) : 59: Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105,
terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.2.1 Siswa dapat menyimpulkan kandungan Q.S. An-Nisa (4) : 59: Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105,
terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.
Siswa mampu menganalisis Q.S. Al-Maidah
(5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105; serta hadits tentang
taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
2. Memahami
makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
E.
KANDUNGAN SURAT AN NISA’ 59
Tafsir /
Indonesia / DEPAG / Surah An Nisaa' 59
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Pada ayat ini
Allah memerintahkan supaya kaum muslimin taat dan patuh kepada Nya, kepada rasul
Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka untuk dapat
terciptanya kemaslahatan umum. Untuk kesempurnaan pelaksanaan amanat dan hukum
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, hendaklah kaum muslimin:
a. Taat dan patuh kepada perintah Allah dengan
mengamalkan isi Kitab suci Alquran, melaksanakan hukum-hukum yang telah
ditetapkan Nya, sekalipun dirasa berat, tidak sesuai dengan keinginan dan
kehendak pribadi. karena apa yang diperintahkan Allah itu mengandung maslahat
dan apa yang di larang Nya mengandung mudarat.
b. Melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa
Rasulullah saw pembawa amanat dari Allah SWT untuk dilaksanakan oleh segenap
hamba Nya. Beliau ditugaskan untuk menjelaskan kepada manusia isi Alquran.
Allah SWT
berfirman:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ
الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: "Dan
Kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka" (Q.S. An Nahl: 44)
c. Patuh kepada ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan ulil `amri yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan di antara
mereka. Orang-orang yang memegang kekuasaan itu meliputi: pemerintah, penguasa,
alim ulama dan pemimpin-pemimpin. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal,
maka kaum muslimin berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan
mereka tidak bertentangan dengan isi Kitab Alquran. Kalau tidak demikian
halnya, maka kita tidak wajib melaksanakannya, bahkan wajib menentangnya,
karena tidak dibenarkan seseorang itu taat dan patuh kepada sesuatu yang
merupakan dosa dan maksiat pada Allah SWT.
Nabi Muhammad
saw bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ
فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ
Artinya:
"Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan
maksiat kepada Khalik (Allah SWT)"
d. Kalau ada sesuatu yang diperselisihkan dan
tidak tercapai kata sepakat atasnya, maka wajib dikembalikan kepada Quran dan
hadis. Kalau tidak terdapat di dalamnya haruslah disesuaikan dengan (dikiaskan
kepada) hal-hal yang ada persamaan dan persesuaiannya di dalam Alquran dan
Sunah Rasulullah saw. Tentunya yang dapat melakukan qias seperti yang dimaksud
di atas ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan, mengetahui dan memahami isi
Alquran dan Sunah Rasul.
Demikianlah
hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan
hari akhirat.
Sabab an-Nuzûl
Diriwayatkan
al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu
Mundzir, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi dalam Ad-Dalâil dari jalur Said bin Jubair
dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah
bin Qais bin ’Adi, ketika dia diutus Rasulullah saw. dalam sebuah sariyah (perang).1
Tafsir Ayat
Surat An Nisa
ayat 59 ini ditujukan kepada seluruh kaum Mukmin.
Pertama:
perintah untuk menaati Allah Swt., yakni menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.2 Kata ath-thâ’ah berarti al-inqiyâd (ketundukan).3 Maksud
menaati Allah Swt. di sini adalah mengikuti al-Quran.
Kedua: perintah
menaati Rasulullah saw. Rasulullah saw. diutus dengan membawa risalah dari
Allah Swt. yang wajib di taati. Karena itu, menaati Rasulullah saw. sama dengan
menaati Zat Yang mengutusnya, Allah Swt. (lihat QS an-Nisa’ [4]: 64, 80).
Kendati menaati
Rasulullah saw. paralel dengan menaati Allah Swt., dalam ayat ini kedua-duanya
disebutkan. Hal itu menunjukkan perbedaan obyek yang ditunjuk. Menaati Allah
Swt. menunjuk pada Kitabullah; menaati Rasulullah saw. menunjuk pada as-Sunnah.
Keduanya—meskipun sama-sama wahyu dari Allah Swt. yang wajib ditaati—berbeda.
Al-Quran lafalnya dari Allah Swt.; as-Sunnah lafalnya dari Rasulullah
saw. sendiri.
Ketiga:
perintah menaati ulil amri. Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna
istilah tersebut. Oleh sebagian mufassir, ulil amri dimaknai sebagai ulamâ’.
Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, al-Hasan, Atha’ dan Mujahid
termasuk yang berpendapat demikian. Mereka menyatakan, ulil amri adalah ahli
fikih dan ilmu.
Pendapat lain
menyatakan, ulil amri adalah umarâ’ atau khulafâ’. Menurut Ibnu ’Athiyah dan
al-Qurthubi, ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Di antara yang
berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, Abu Hurairah,
as-Sudi, dan Ibnu Zaid;6 juga ath-Thabari, al-Qurthubi, az-Zamakhsyari,
al-Alusi, asy-Syaukani, al-Baidhawi, dan al-Ajili.7 Said Hawa juga menyatakan,
ulil amri adalah khalifah; yang kepemimpinannya terpancar dari syura kaum
Muslim; urgensinya untuk menegakkan al-Kitab dan as-Sunnah. Kaum Muslim wajib
menaatinya beserta para amilnya dalam hal yang makruf.8
Tampaknya
pendapat jumhur lebih dapat diterima. Dari segi sabab nuzulnya, ayat ini turun
berkenaan dengan komandan pasukan. Ini berarti, topik yang menjadi obyek
pembahasan ayat ini tidak terlepas dari masalah kepemimpinan. Telah maklum,
pemimpin tertinggi kaum Muslim adalah khalifah. Dialah Amirul Mukminin yang
memiliki kewenangan untuk mengangkat para pemimpin di bawahnya, termasuk
panglima perang dan komandan pasukan.
Alasan lainnya,
banyak hadis Nabi saw. yang mewajibkan kaum Muslim menaati khalifah atau pemimpin.
Di antaranya adalah sabda Rasulullah saw.:
السَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ
يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ
Mendengar dan
menaati seorang (pemimpin) yang Muslim adalah wajib, baik dalam perkara yang
disenangi atau dibenci, selama tidak diperintahkan untuk maksiat. (HR
al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad dari Ibnu Umar ra).
Keterkaitan
antara ketiganya (Allah Swt., Rasulullah saw, dan umara) juga disebutkan dalam
hadis Nabi saw. berikut:
مَنْ
أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعِ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، مَنْ
أَطَاعَ اْلأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى اْلأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِي
Siapa saja yang
menaatiku, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Siapa saja yang bermaksiat
kepadaku, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah. Siapa saja yang
menaati pemimpin, sesungguhnya dia telah menaatiku. Siapa saja yang bermaksiat
kepada pemimpin, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku. (HR Ibnu Abi Hatim
dari Abu Hurairah).
Nash-nash di
atas menunjukkan bahwa kaum Muslim diwajibkan untuk menaati pemimpinnya. Hanya
saja, sebagaimana ditegaskan dalam hadis di atas, perkara yang diperintahkan
oleh pemimpin itu tidak boleh melanggar syariah. Jika melanggar syariah maka
tidak boleh ditaati. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ
طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Tidak boleh ada
ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (HR Ahmad
dari Ali ra).
Menurut
as-Sa‘di, bisa jadi inilah rahasia dihilangkannya frasa athî’û pada perintah
untuk menaati ulil amri dan disebutkannya kata tersebut pada perintah untuk
menaati Rasul. Artinya, Rasulullah saw. tidak memerintahkan kecuali ketaatan
kepada Allah. Karena itu, siapa saja yang menaati Beliau berarti sama dengan
menaati Allah Swt. Adapun kepada ulil amri, perintah taat itu disyaratkan tidak
dalam perkara maksiat.9
F.
KANDUNGAN SURAT AL MAIDAH 48
Prof. Dr. HM.QuraishShihab, dalam tafsirnya Al Mishbah
menjelaskan panjang lebar terkait QS Al Maidah ayat 48 ini, yang dapat
disimpulakan :
a.
Bahwa setelah Al Qur’an berbicara
tentang kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as. dan Injil kepada Nabi
Isa as. kini ayat ini berbicara tentang Al Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan
kepada Nabi dan Rasul terakhir Nabi Muhammad saw. yakni kitab yang hak dalam
kandungannya, cara turunnya maupun Yang menurunkan, yang mengantarnya turun dan
yang diturunkan kepadanya.
Al Qur’an
berfungsi membenarkan ajaran kitab sebelumnya dan menjadi tolok ukur kebenaran
terhadapnya, maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan lewat Al Qur’an maupun Hadis dan juga wahyu yang diturunkan pada Nabi/
Rasul terdahulu yang masih murni. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu.
b. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan yang merupakan sumber menuju kebahagiaan yang abadi dan jalan yang terang. Allah swt. menjadikan syariat yang datang kepada Nabi Muhammad saw.
membatalkan semua syariat yang lalu
c. Sekiranya Allah
menghendaki hai umat, niscaya kamu hai umat
Musa dan Isa, umat Islam dan umat-umat lain sebelum itu, dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah swt. tidak menghendaki itu, karena Dia hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu yaitu satu syariat Islam yang berlaku sampai akhir
zaman dan melalui
syariat Islam maka
berlomba-lombalah dengan sunguh-sungguh berbuat aneka kebajikan.
Dan
janganlah memperdebatkan perbedaan dan perselisihan antara kamu dengan selain
kamu, karena pada akhirnya hanya kepada Allah-lah semua kamu hai
manusia akan kembali, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
G.
KANDUNGAN SURAT AZ ZUMAR 39
Dalam Al Qur’an dan Tafsirnya (Departemen Agama RI
1984/1985) dijelaskan : Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan anggapanmu, bahwa kamu mempunyai kekuatan dan keterampilan, dan
peraslah keringatmu dalam membuat maker dan tipu dayamu, karena akupun bekerja
pula dalam mengokohkan dan menyiarkan agamaku, nanti kamu akan mengetahui siapa diantara kita yang lebih baik kesudahannya.
Sehebat apapun keadaan kita sekarang ini, tetap saja kita semua akan berakhir
dengan kematian. Namun perjalanan setelah kita meninggalkan dunia ini
tergantung kepada kwalitas shudur (batin) kita, bukan tergantung kepada
kehebatan yang kita punya sekarang ini.
H.
KANDUNGAN SURAT AT TAUBAH 105
Dalam
tafsir Ibnu Kasir dijelaskan :
a.
Mujahid berkata, “ini adalah ancaman dari Allah Ta’ala
terhadap orang-orang yang menyelisihi perintahNya, bahwasanya amalan mereka
akan dihadapkan kepadaNya, Rasul dan kaum mukminin. Hal itu bukanlah sesuatu
yang mustahil pada hari kiamat, sebagaimana firman Allah Ta’ala : (arti
al-Haaqqah : 18) Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada
sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
b.
Sungguh telah ada riwayat bahwa amalan orang yang masih hidup ditampakkan kepada
orang-orang yang telah meninggal dunia dari kalangan keluarga dan kerabatnya di
alam barzakh. Seperti yang dikatakan oleh Abu Dawud ath-Thayalisiy, Shalat bin
Dinar telah menceritakan kepada kami, dari al-Hasan, dari Jabir bin ‘Abdillah,
dia berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan kerabat kalian di alam kubur,
apabila amalan baik maka mereka akan bergembira dengannya, dan apabila tidak
baik maka mereka akan berkata, “Ya Allah, ilhamkan pada mereka beramal taat
kepadaMu.”[2]
c.
Imam Ahmad berkata,
Abdur Razzaq mengabarkan kepada kami, dari Sufyan, dari seseorang yang
mendengar Anas berkata, Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda
:“Sesungguhnya amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan kerabat
kalian yang telah meninggal dunia, bila amalan baik maka mereka bergembira
dengannya, bila sebaliknya maka mereka berkata : Ya Allah, jangan matikan
mereka sampai Engkau berikan hidayah pada mereka sebagaimana Engkau telah
memberi hidayah kepada kami.”
d.
Dalam riwayat lain yang serupa dengannya, Imam
Ahmad berkata, Yazid telah menceritakan kepada kami, Humaid telah menceritakan
kepada kami, dari Anas bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda“Kalian jangan takjub dengan seseorang sehingga kalian melihat
bagaimana akhir hidupnya. Sesungguhnya seseorang beramal pada suatu masa dari
hidupnya dengan amalan shalih, yang jika dia mati dalam keadaan itu tentu dia
masuk surga, kemudian dia berubah beramal dengan amalan keburukan. Dan
sesungguhnya seseorang beramal keburukan pada satu masa dari kehidupannya, yang
jika dia mati dalam keadaan tersebut tentu dia masuk neraka, kemudian dia
berubah melakukan amal kebajikan. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang
hamba maka Dia akan mepergunakannya sebelum matinya. Mereka bertanya, Wahai
Rasulullah, bagaimana Dia mempergunakannya? Beliau bersabda, Dia menunjukinya
untuk beramal shalih, kemudia dicabut nyawanya dalam keadaan tersebut.”[5] (Imam Ahmad bersendirian dari sisi ini).
I.
KESIMPULAN
Dari
kandungan di atas dapat ditari kesimpulan :
1.
Untuk setiap ummat dan masa Allah swt. menurunkan syariat (agama) sesuai
kondisi saat itu, demikian pula pada zaman akhir Allah swt menurunka syariat
Yang berlaku sampai akhir zaman.
2.
Umat Islam harus selalu berlomba-lomba dan berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk dapat meraih yang terbaik menurut kacamata Agama Islam,
baik dalam kaitannya dengan kehidupan kini maupun kelak di akhirat
3.
Jalan selamat sesuai tuntunan Islam telah terpampang, persoalannya
apakah manusia akan memilih dan bersungguh-sungguh meraihnya apa tidak.
Dalam kaitan ini Imam
Al Ghazali menyatakan, hanya ada 3 nasib yang harus dipilih salah satunya dan
diperjuangkan untuk meraihnya, yaitu :
a. Bahagia dunia akhirat
b. Bahagia di salah satunya
c. Celaka dunia akhirat.
Pilih
dan Berjuanglah !
AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS,
4
TAAT PADA
ATURAN
Firman Allah swt. Dalam Al Qur’an
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُـــــوْا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ
وَأُولِي الْأَمْــــرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْـتُمْ فِي شَيْءٍ فَـرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُــــــوْلِ إِنْ كُـنْتُمْ تُؤْمِـــنُوْنَ بِاللَّهِ
وَالْيَـوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا : ٤:٥٩
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Taat pada aturan dapat digolongkan menjadi
A.
Taat
pada aturan Agama Islam
B.
Taat
pada aturan Pemerintah (Ulil Amri)
C.
Taat
pada aturan organisasi
A.
TAAT PADA ATURAN AGAMA ISLAM
Dalam Agama Islam ada 3 sumber rujukan untuk
menetapkan peraturan atau hukum, yaitu : 1. Al Qur’ an. 2. Al
Hadis. 3 Ijtihad
AL QUR’AN
Al Qur’an adalah firman (wahyu) Allah swt. yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaraan malaikat Jibril,
merupakan mukjizat, menggunakan bahasa Arab, berisi petunjuk dan pedoman hidup
bagi manusia, membacanya merupakan ibadah.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang pertama
dan utama. Dalam segala persoalan hidup, seorang muslim harus merujuk dan
berpegang teguh kepada Al Qur’an dan tidak boleh menyimpang apalagi
bertentangan dengannya, perhatikan penegasan
Allah swt. berikut :
يـايـهَا الذينَ امَـنُوْا أطـيْـعُوا اللـهَ وَ أطـيْـُوا
الرَسُــْلَ وَ أولـي الأمْـر منْكُـــــمْ. النساء : 59
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah swt. dan taatilah Rasul serta ulil amri di antara kamu. QS. An Nisa’: 59
Ayat ini menjelaskan bahwa yang pertama kali ditaati
atau dipedomani oleh segenap muslim adalah Al Qur’an, baru setelah itu
menggunakan Al Hadis dan setelah itu aturan-aturan lain yang dibenarkan syara’.
Selanjutnya bisa dibaca pada materi kelas X semester 2
Al HADIS
Al Hadits
adalah perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi Muhammad saw. menurut
istilah syara’ Al Hadits merupakan semua perilaku dan tatanan Rasulullah saw.
yang diucapkan dan diperbuat atau ditetapkan oleh Beliau, untuk menjadi pedoman
hidup manusia.
Al Hadis sebagai sumber hukum yang kedua, dalam Al
Qur’an dijelaskan :
وَمَا
آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكمْ عَـنْهُ فَانْتَـهُوْا. الحشر :٧
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. QS. Al Hasyr 7
Al Hadits pada dasarnya adalah Firman Allah swt. akan
tetapi disampaikan langsung kepada Nabi saw. tidak melalui perantaraan Malaikat
Jibril, dalam kaitana ini Hadis dibedakan menjadi dua yaitu Hadis Qudsi dan Hadis
Nabawi.
Hadis juga bias dibedakan menjadi hadis mutawatir dan
hadis ahad, juga bias dibidakan menjadi hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif
dan hadis maudhu’.
Yang sama sekali tidak boleh dijadikan pefoman atau
rujukan adalah hadis maudhu, sebab ini merupakan hadis palsu.
IJTIHAD
Dalam segi bahasa Ijtihad berarti usaha yang keras dan
bersungguh-sungguh. Sedangkan dari segi istilah Ijtihad adalah berusaha
menetapkan hukum terhadap masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dalam Al
Qur’an dan Al Hadits yang dilakukan dengan secara cermat dan pikiran yang murni
serta berpedoman pada aturan penetapan hukum yang benar.
Rujukan Ijtihad tetap pada Al Qur’an dan Al Hadits,
dalam arti bahwa penetapan hukum Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan
ayat-ayat Al Qur’an atau ajaran Rasulullah saw.
Orang yang berijtihad disebut mujtahid, bisa jadi
antara mujtahid yang satu dengan mujtahid lainnya dalam menetapkan perkara yang
belum ada ketentuan hukumnya dalam Al Qur’an akan berbeda dalam memberikan
penetapan hukum. Ada
pendapat yang satu benar dan yang lain salah dan ada pula kedua-duanya justru
benar.
Ijtihad menjadi sumber hukum Islam yang ketiga, boleh
dilakukan oleh siapa saja yang memiliki persyaratan minimal, seperti memahami
mafhum ayat atau hadits, memiliki/menguasai ilmu alat (seperti nahwu sorof),
mengetahui latar belakang suatu ayat atau hadis, luas pemahamannya terhadap
pengetahuan Islam, memiliki loyalitas yang tinggi terhadap agama dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya bisa dibaca pada materi kelas X
semester 2
Mengingat tidak semua pemeluk Agama Islam mampu
memahami secara langsung Al Qur’an maupun Hadis, maka aturan Islam telah disimpulkan
oleh beberapa Ulama yang kompeten dalam memahaminya serta memenuhi syarat dalam
berijtihad.
Hasil pemikiran, analisa, pendapat dan ijtihad para
ulama ini kemudian dikenal dengan istilah MADZHAB.
Dalam Islam ada 4 madzhab yang terkenal dan diakui
dalam dunia Islam, yaitu :
1.
Madzhab
Maliki, dengan tokoh utamanya Imam Maliki
2.
Madzhab
Hambali, dengan tokoh utamanya Imam Hambali
3.
Madzhab
Syafii, dengan tokoh utamanya Imam Syafii
4.
Madzhab
Hanafi, dengan tokoh utamanya Imam Hanafi
Bagi umat Islam yang tidak memenuhi syarat untuk
mengambil aturan atau hukum secara langsung dari Al Qur’an maupun Al Hadis atau
untuk Ijtihad sendiri, maka wajib mengikuti atau taat terhadap salah satu dari
4 madzhab di atas
B.
TAAT PADA ATURAN PEMERINTAH (ULIL AMRI)
Pada meteri kls X smester 1, dijelaskan: Keputusan
Ulama (NU) menyatakan bahwa dari sisi Agama Islam (murni konsep agama, bukan
politik Islam) Negara Republik Indonesia, menurut pandangan Islam adalah
negara yang sah, dan Presiden RI adalah penguasa yang sah. Presiden memiliki
wewenang sebagai waliyul amri, seperti pengangkatan Wali hakim dan sebagainya.
Kemudian sebagai konsekwensi hukumnya setiap muslim di
Indonesia memiliki kewajiban untuk taat terhadap semua aturan pemerintah
sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar
Islam.
Pemerintah dalam istilah agama disebut dengan Ulil
Amri, sebagian ahli mengatakan bahwa ulil amri adalah
penguasa negara dan alim ulama. Apabila ulil amri atau pemerintah telah
memutuskan sesuatu, apalagi keputusan yang disepakati dan diputuskan
bersama dengan Ulama, maka bagi umat
Islam wajib hukumnya untuk mentaatinya.
Yang dimaksud aturan pemerintah adalah segala bentuk
peraturan pemerintah pusat sampai pada peraturan daerah, wajib bagi umat Islam
untuk mentaatinya, kecuali aturan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan
Ajaran Islam.
C.
TAAT PADA ATURAN ORGANISASI
Setiap jenis organisasi atau lembaga swasta, pasti
memiliki aturan sendiri yang mengikat untuk diikuti oleh anggotanya, seperti
misalnya OSIS, MPK, EKSKUL, NU, Muhammadiyah dll.
Jenis organisasi banyak sekali, seperti, orsospol,
ormas, organisasi keagamaan, organisasi pelajar / mahasiswa, organisasi wanita,
dan lain-lain.
AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS,
5
KOMPETITIF
DALAM KEBAIKAN
BEBERAPA AYAT AL QUR’AN
وَلِكُلٍّ
وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا
تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ [٢:١٤٨]
ثُمَّ
أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ
ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ [٣٥:٣٢]
سَابِقُوا
إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚ ذَٰلِكَ
فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
[٥٧:٢١]
ARTI AYAT
"Dan bagi tiap-tiap umat
ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah
kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah swt. akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah swt. Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Al Baqaroh 148
"Kemudian Kitab itu Kami
wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di
antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada
yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah swt.. Yang demikian itu adalah karunia yang amat
besar. Fathir 32
“Berlomba-lombalah kamu
kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit
dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan
rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah swt., diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. dan Allah swt. mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al
Hadiid: 21)
KANDUNGAN SURAT AL
BAQARAH 148
M. Quraish Shihab dalam
tafsir Al Misbah menyatakan antara lain :
a.
Ayat ini bermakna : bagi setiap ummat ada kiblatnya sendiri yang ia
menghadap kepadanya sesuai dengan kecendrungan atau keyakinan masing-masing.
Kalaulah mereka dengan mengarah ke kiblat masing-masing bertujuan untuk
mencapai ridha Allah swt. swt. dan melakukan kebajikan, maka wahai kaum
muslimin berlomba-lombalah kamu dengan mereka dalam berbuat aneka kebaikan.
b.
Dalam kehidupan dunia kalian berselisih, tetapi ketahuilah bahwa kamu semua
akan mati dan dimana saja kamu pasti Allah swt. swt. akan mengumpulkan kamu
semua pada hari Kiamat untuk Dia beri putusan
KANDUNGAN SURAT FATHIR 32
Dalam Al Qur’an dan Tafsirnya
(oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an DEPAG RI 1984/1985 antara lain
dijelaskan bahwa maksud surat Fathir ayat 32 adalah
a.
Allah swt. swt. mewahyukan Al Qur’an itu kepada Nabi Muhammad saw. yang kemudian disampaikan kepada umatnya,
yang Allah swt. swt. melebihkan kemuliaan umat Islam melebihi umat sebelumnya,
akan tetapi kemuliaan itu harus diperjuangkannya, sejauh mana mereka mampu mengamalkan
dan mengikuti petunjukNya.
b.
Dalam ayat ini dijelaskan tingkatan-tingkatan orang mukmin, yaitu :
1.
Tingkatan “Dlalimullinafsihi” dalam hal ini ada 2 pendapat yaitu :
1) Mereka
yang yang mengerjakan kewajiban agamanya dengan sangat serius sampai-sampai seperti
menganiaya dirinya sendiri, akan tetapi tetap dalam garis agama. Misalnya
seseorang yang puasa terus menerus setiap hari, sedikit tidur malam karena
ibadah kepada Allah swt. swt. kasab sekedarnya asal cukup untuk makan dan
menutup aurat. Contoh sahabat Abu Darda’
2) Dlalimullinafsihi, adalah
kelompok yang disamping mengerjakan ibadah tapi juga melakukan dosa.
2.
Tingkatan “Muqtashid” yaitu merekan yang yang mengerjakan kewajiban dan
menjauhi larangan agamanya, akan tetapi kadangkala ia tidak mengerjakan yang
sunnat atau melakukan sebagian pekerjaan yang makruh.
3.
Tingkatan “ Sabiqumbilkhairat” yaitu mereka yang senantiasa
(berlomba-lomba) mengerjakan amal yang wajib dan sunat dan meningkalkan
perbuatan yang haram dan makrun serta sebagian yang mubah (tidak bemanfaat).
Dalam sebuah Hadis disebutkan
:
فاماالذين سَابقوان بالخيرات فأولـئك الذين يـَدْخُلوْن الجـنة بغـير
حـسَاب. واما الذين اقـتصدوا فأولئك الذين يحاســبون حسَابايسيرا. واماالذين ظلموا
انفسَـــــــــهُمْ فأولـئك الذين يَحبِسُون فى ذلك المكان حتى يصيْــبَهُمُ
الـحَـزَنُ فيَدْخُلوْنَ الجــنـةَ. رواه احمد
Artinya :
Adapun orang-orang yang berlomba-lomba dalam berbuat
kebaikan akan masuk sorga tanpa hisab, sedang orang-orang yang pertengahan akan
dihisab dengan hisab yang rigan, dan orang-orang yang menganiaya dirinya
sendiri akan ditahan dulu di tempat hisab sampai ia mengalami penderitaan
kemudian dimasukkan kedalam sorga. HR. Ahmad
KESIMPULAN
Dari kandungan surat Al Baqarah ayat 148 dan surat Fatir
ayat 32 bahwa :
a. Umat
Islam harus selalu berlomba-lomba dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
dapat meraih yang terbaik menurut kacamata Agama Islam, baik dalam kaitannya
dengan kehidupan kini maupun kelak di akhirat
b.
Jalan selamat sesuai tuntunan Islam telah terpampang,
persoalannya apakah manusia akan memilih dan bersungguh-sungguh meraihnya apa
tidak.
Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari ayat di atas
Faedah pertama
Dalam ayat-ayat di atas begitu jelas bahwa Allah swt. Mengisyaratkan
untuk berlomba-lomba dalam meraih ampunan dan surga-Nya.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Berlombalah
menjadi yang terdepan dalam beramal sholih yang menyebabkan datangnya ampunan
dari Tuhan kalian, serta bertaubatlah atas maksiat yang kalian perbuat.”
Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Allah swt.
memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam meraih ampunan Allah swt., ridho-Nya,
dan surga-Nya. Ini semua bisa diperoleh jika seseorang melakukan sebab untuk
mendapatkan ampunan dengan melakukan taubat yang tulus, istighfar yang manfaat,
menjauh dari dosa dan jalan-jalannya.
Sedangkan berlomba untuk meraih ridho Allah swt.
dilakukan dengan melakukan amalan sholih dan semangat menggapai ridho Allah
swt. selamanya (bukan sesaat). Bentuh dari menggapai ridho Allah swt. tadi
adalah dengan berbuat ihsan (berbuat baik) dalam beribadah kepada Sang Pencipta
dan berbuat ihsan dalam bermuamalah dengan sesama makhluk dari segala segi.”
Faedah kedua
Dalam masalah akhirat seharusnya seseorang berlomba untuk
menjadi yang terdepan. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat lainnya,
فَاسْتَبِقُوا
الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah: 148).
وَفِي
ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba.” (QS. Al Muthoffifin: 26).
Artinya, untuk meraih berbagai nikmat di surga,
seharusnya setiap hamba Allah swt. supaya berlomba-lomba.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menerangkan, “Para
sahabat memahami bahwa mereka harus saling berlomba untuk meraih kemuliaan di
surga. Mereka berusaha menjadi terdepan untuk menggapai derajat yang mulia
tersebut. Oleh karena itu, jika di antara mereka melihat orang lain mendahului
mereka dalam beramal, mereka pun bersedih karena telah kalah dalam hal itu.
Inilah bukti bahwa mereka untuk menjadi yang terdepan.”
Hal yang demikian dapat melihat pula dikalangan ulama
salaf (ulama terdahulu) lainnya.
Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Jika engkau
melihat orang lain mengunggulimu dalam hal dunia, maka kalahkanlah ia dalam hal
akhirat.”
Wuhaib bin Al Ward rahimahullah mengatakan, “Jika engkau
mampu tidak ada yang bisa mengalahkanmu dalam hal akhirat, maka lakukanlah.”
Sebagian salaf mengatakan, “Jika engkau mendengar ada
yang lebih taat pada Allah swt. darimu, seharusnya engkau bersedih karena telah
kalah dalam hal ini.”
Coba kita bayangkan keadaan kita saat ini. Tidak ada rasa
sedih. Tidak ada rasa dikalahkan. Perasaan hanya biasa-biasa saja jika ada yang
mengungguli kita dalam hal akhirat. Akhirnya, untuk menggapai surga pun menjadi
lemah. Kemanakah hati yang lemah? Yang Allah swt. tunjukilah kami ke jalan-Mu!
Faedah ketiga
Bagaimanakah luasnya surga? Lihatlah keterangan dalam ayat
berikut:
وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا كَعَرْضِ السماء والأرض
“Dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi”.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Jika lebar surga
saja selebar langit dan bumi. Lantas bagaimanakah lagi dengan
panjangnya.” Demikianlah luasnya surga. Namun sedikit yang mengetahui hal ini,
sehingga lihatlah sendiri bagaimana dunia begitu dikejar dibanding akhirat.
Padahal jauh sekali antara kenikmatan surga dibanding dunia. Disebutkan dalam
sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullah saw. bersabda:
مَوْضِعُ
سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia
dan seisinya.”[6] Seharusnya kenikmatan di surga lebih semangat kita raih.
Faedah keempat
Modal
untuk meraih surga adalah dengan beriman pada Allah swt. dan Rasul-Nya. Iman yang dimaksud di sini mencakup iman yang pokok
(ushulud diin) dan iman yang di luar pokok agama (furu’).
Dari sini, berarti bukan hanya ushulud diin saja yang
wajib diimani. Namun pada perkara yang di luar pokok agama jika
telah sampai ilmunya pada kita, wajib pula diimani. Contohnya, kita punya
kewajiban beriman pada hari akhir secara umum. Namun jika datang ilmu mengenai
perinciannya seperti di antara tanda datangnya kiamat adalah munculnya Dajjal,
maka ini juga patut diimani.
Faedah kelima
Seseorang tidaklah memasuki surga melainkan dengan rahmat
Allah swt.
Seperti pula disebutkan dalam hadits:
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا
عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ،
وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar
Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak
akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai
Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu
semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah swt..”
Sedangkan firman Allah swt. Ta’ala:
وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا
بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan
rasul-rasul-Nya”. Mungkin ayat ini dapat dipahami bahwa seseorang memasuki
surga karena amalannya yaitu beriman pada Allah swt. dan Rasul-Nya.
Bagaimana mengkompromikannya?
Ada beberapa penjelasan para ulama mengenai hal ini:
1.
Yang dimaksud
seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah peniadaan masuk surga karena
amalan.
2.
Amalan itu
sendiri tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga. Kalau bukan karena karunia
dan rahmat Allah swt., tentu tidak akan bisa memasukinya. Bahkan adanya amalan
juga karena sebab rahmat Allah swt. bagi hamba-Nya.
3.
Amalan
hanyalah sebab tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan sebab
seseorang masuk ke dalam surga.
4.
Amalan yang
dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah swt. beri.
Itulah yang dimaksud, seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya.
Maksudnya ia tidak bisa ganti surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan
seseorang ke dalam surga hanyalah rahmat dan karunia Allah swt.
Faedah keenam
Beriman dan beramal sholih, itu adalah karunia dan
anugerah dari Allah swt. seperti hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut:
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ – وَهَذَا حَدِيثُ قُتَيْبَةَ أَنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ
أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ
بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ. فَقَالَ « وَمَا ذَاكَ ».
قَالُوا يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ
وَلاَ نَتَصَدَّقُ وَيُعْتِقُونَ وَلاَ نُعْتِقُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ
سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلاَ يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ
مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ
اللَّهِ. قَالَ « تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ
ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ مَرَّةً ». قَالَ أَبُو صَالِحٍ فَرَجَعَ فُقَرَاءُ
الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ
إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ
يَشَاءُ »
Dari Abu Hurairah -dan ini adalah hadis Qutaibah- bahwa
orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa
sallam sambil berkata, “Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian
dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam
bertanya, “Maksud kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang kaya shalat
sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun
mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya, mereka bisa membebaskan
tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.” Maka Rasulullah shallAllah swt.u
‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang
karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan
kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun
lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?”
Mereka menjawab, “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian bertasbih,
bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”
Abu shalih berkata, “Tidak lama kemudian para fuqara’ Muhajirin kembali ke
Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ternyata teman-teman
kami yang banyak harta telah mendengar yang kami kerjakan, lalu mereka
mengerjakan seperti itu!” Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Itu adalah keutamaan Allah swt. yang diberikan kepada siapa saja
yang dikehendaki-Nya!“
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,
“Seorang hamba dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah swt..
Tidak ada yang mungkin dapat menghalangi pemberian Allah swt. dan tidak mungkin
ada yang dapat memberi apa yang Allah swt. halangi. Ketahuilah bahwa kebaikan
seluruhnya berada di tangan-Nya. Allah swt.lah yang benar-benar Maha Mulia,
Maha Pemberi dan tidak kikir.”
Begitu nikmat-Nya semakin merenungkan kalam ilahi. Ya Allah
swt., berilah taufik pada kami untuk semakin dekat pada-Mu.
AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA KERAS,
6
ETOS KERJA
SIKAP KERJA KERAS
Bekerja adalah bagian pokok
dari hidup, hidup untuk bekerja dan bekerja untuk hidup, bekerja secara umum
adalah semua aktifitas manusia untuk memperoleh/mencapai sesuatu. Allah swt.
swt. menciptakan alam ini untuk manusia, dan diantara tugas manusia adalah
untuk menjadi khalifah.
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ : ٢:٣٠
Artinya :
“Ingatlah tatkala Tuhanmu
berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah
dimuka bumi”. QS. Al Baqarah : 30
Khalifah mengandung arti : pemimpin, mengolah, pemanfaat dan
pelestari alam, fungsi manusia untuk mengolah dan melestarikan alam inilah yang
mengharuskan untuk bekerja keras, sebab sebagian potensi alam baru dapat
dimanfaatkan secara optimal bila telah diolah oleh manusia (dikerjakan).
Firman Allah swt. swt. :
ارْكُضْ
بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ : ٣٨:٤٢
Artinya
“(Allah swt. berfirman) :
“Hantamkanlah kakimu ; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum”. QS. Shad :
42
Dalam hadis disebutkan :
اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ
اَبَدًا وَاعْمَلْ لِاخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا رواه
البيهقى
Artinya
“Bekerjalah untuk duniamu
seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati besok pagi”.QS. HR. Al Baihaqi
Menurut Imam Ghazali, maksud
dari hadis ini yaitu : Karena waktu hidup masih panjang maka dalam bekerja
biasa-biasa saja (tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga), tapi dalam
beribadah harus serius karena akan mati besok.
Tidak sesuatupun dapat
dihasilkan tanpa usaha yang sungguh-sungguh, semua Nabi adalah pekerja, Nabi
Daud AS. adalah pandai besi, Nabi Zakariya adalah tukang kayu.
كَانَ زَكَـــرِيَّـا نَـجَّـارًا رواه مسلم و ابن ماجه عن ابى هـريـرة
Artinya
“Nabi Zakariya adalah tukang
kayu”. HR. Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah
Nabi Muhammad saw. adalah
penggembala dan pedagang yang serius. Pepatah mengatakan, “Siapa yang
bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil”.
Dalam belajarpun syarat mutlak untuk berhasil adalah dengan kesungguhan
(berusaha keras lahir bathin).
PRODUKTIFITAS KERJA
Tujuan utama dalam bekerja
adalah untuk menghasilkan/memperoleh sesuatu, guna memperoleh hasil yang
optimal maka diperlukan beberapa persyaratan antara lain. :
a. Semangat tinggi dan kerja keras, memiliki semangat yang
tinggi untuk berhasil.
b. Profesional, memiliki pengetahuan dan menguasai bidang
kerjanya .
c. Tekun dalam bekerja, tidak mudah putus asa, terus mencoba
untuk menuju sukses.
MEMACU PERUBAHAN SOSIAL UNTUK
KEMAJUAN
Kesempurnaan Islam sebagai
rahmat alam semesta terletak pada keluasaan dan kesempurnaan ajarannya, agama
mengisyaratkan keharusan adanya perubahan dan kemajuan disegala aspek
kehidupan, banyak ayat Al Qur ‘an yang menggugah agar manusia selalu
menggunakan fikirannya.
Adanya prinsip
tolong-menolong untuk kebaikan menjadi dasar dari perubahan sosial masyarakat
Islam. Dalam Al Qur’an disebutkan :
وَتَعَا وَنُـوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
وَلاَ تَعَاوَنُـوْا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانْ. المائــدة : 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ
إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ : ٥:٢
Artinya
“Dan tolong-menolong kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. QS. Al Maidah : 20
Manusia adalah makhluk
dinamis yang selalu berkembang, untuk itu Nabi saw. bersabda :
اَنْـتُمْ
اَعْـلَمُ بِأُمُـوْرِ دُنْـيَـاكُـمْ
رواه مسلم
Artinya
“Kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu”. HR.
Muslim
اِغْتَنِمْ
خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ
وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ
مَوْتِكَ
Hadis Nabi tentang "lima
perkara sebelum lima perkara" itu memiliki maksud supaya kita
mempergunakan waktu dan kesempatan dengan sebaik-baiknya, sebelum
hilangnya kesempatan tersebut. Hadits tersebut diriwayatkan Imam Hakim dalam
kitab Al Mustadrok.
Lima perkara tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
"Masa Muda Engkau Sebelum Datangnya Hari Tua". Masa muda hendaklah dipergunakan
sebaik-baiknya untuk mencapai kebaikan, kesuksesan, dan keberhasilan, karena
masa mudalah kita mempunyai ambisi, keinginan dan cita-cita yang ingin kita
raih, bukan berarti masa tua menghalangi kita untuk tetap berusaha mencapai
keinginan kita, tapi tentulah usaha masa tua akan berbeda halnya dengan usaha
saat kita masih muda. Maka dari itu masa muda hendaklah diisi dengan berbagai
kegiatan yang bermanfaat hingga tidak menyesal di kemudian hari.
2.
"Masa
Sehat
Engkau Sebelum Dilanda Sakit". Hal
ini juga anjuran agar kita senantiasa waspada pada segala kemungkinan yang
sifatnya diluar prediksi manusia, seperti halnya sakit. Sakit disini bukan
sebatas sakit jasmani, tapi juga sakit rohani. Maka ketika kita sehat
jasmani-rohani, hendaknya kita senantiasa mempergukannya untuk hal-hal yang
bermanfaat tanpa mengulur-ngulur waktu.
3.
"Masa
Kaya
Engkau Sebelum Masa Miskinmu". Tidak
terlalu jauh berbeda dari penjelasan di atas, ketika kekayaan ada pada kita,
baik itu berupa materi atau lainnya, maka hendaknya kita memanfaatkannya
sebaik-baiknya, jangan menghambur-hamburkan.
4.
"Masa
Luang Engkau
Sebelum Datangnya Waktu Sibuk".
Disini kita dianjurkan untuk menghargai waktu, agar bisa diisi dengan hal-hal
yang bermanfaaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Misalnya, menengok
saudara ketika ada kesempatan sebelum kesibukan menghampiri kita, hingga tidak
sempat lagi untuk sekedar mengunjungi kerabat.
5.
"Masa
Hidup
Engkau Sebelum Datangnya Saat Kematian".
Yang terakhir ini merupakan cakupan dari empat hal diatas. Ketika kita diberi
kehidupan maka hidup yang diberikan pada kita itu sebenarnya merupakan
kesempatan yang tiada duanya. Karena kesempatan hidup tidak akan datang untuk
kedua kalinya. Kehidupan harus dijalani sesuai tuntutan kemaslahatannya.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
ReplyDeleteSaya hanya mau mengucapkan terimakasih kepada pemilik blog ini atas segala isi yang ada dalam blog ini, Ayat Al-Qur'an dan Hadist yang sudah disediakan. Sangat-sangat berguna dan bermanfaat bagi saya sendiri sebagai internet explorer..
Saya juga meminta izin untuk mengcopy untuk digunakan sebagaimana mestinya..
semoga pemilik blog ini diberikan selalu kesehatan, dipanjangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, diampuni segala dosa-dosanya serta selalu dalam lindungan ALLAH SWT..
Aamiin....
Sekian, saya ucapkan terimakasih...
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...